Reformasi Ukraina Mengalami KebuntuanKiev – Krisis yang terjadi di Ukraina masih harus menempuh jalan panjang sebelum menemui titik terang. Kerusuhan yang menewaskan 18 orang, termasuk di dalamnya 7 orang polisi itu semakin memperkeruh keadaan. Ditambah dengan “operasi anti teror” yang dilakukan polisi untuk membubarkan massa seperti menyiramkan bensin ke dalam kobaran api.

Seperti dilansir dari BBC (Rabu, 19/2/2014), permasalahan di Ukraina tersebut awalnya terjadi pada November lalu, ketika President Yanukovych menolak perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa dengan syarat Ukraina harus merapatkan hubungannya dengan Rusia. Kalangan pro-Uni Eropa tentu geram. Mereka lantas meminta presiden untuk mundur dan segera diadakan pemilihan presiden baru.

Situasi sempat menegang selama beberapa minggu. Ketegangan tersebut mereda beberapa hari ke belakang, namun demonstran masih berada di jalanan. Kemudian pada Selasa lalu, polisi berusaha menahan laju demonstran menuju gedung parlemen, dimana dikabarkan sedang terjadi perdebatan di antara anggota parlemen tentang pengurangan wewenang presiden.

Kenyataan yang terjadi, perdebatan tersebut tidak terjadi. Seorang politikus kenamaan Ukraina, Arseniy Petrovych Yatsenyuk, mengatakan bahwa Presiden Yanukovych berusaha menahan-nahan terjadinya reformasi dan hal ini juga didukung oleh para aliansi politiknya. Yatsenyuk menambahkan bahwa mereka seakan tidak berniat untuk memperbaiki kondisi krisis politik di Ukraina.

Sementara itu, demonstran yang berada di luar gedung parlemen mulai melakukan aksi kekerasan yang dibalas dengan tembakan granat gas air mata dan peluru karet. Tidak jelas siapa yang lebih dulu memulai kerusuhan tersebut. Terdapat juga sekelompok demonstran yang menyerang kantor presiden. Dan hasilnya, diberitakan 16 orang meninggal dengan 7 orang diantaranya polisi. Dan tampaknya terjadi penambahan 2 korban meninggal lagi hingga hari ini. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)