Nato Peringatkan Rusia yang Mengumpulkan Pasukan di Perbatasan Ukraina

Duta Besar Rusia untuk Uni Eropa, Vladimir Chizho

Kiev – Petinggi militer Nato memperingatkan Rusia yang sedang mengumpulkan pasukan militer di perbatasan Ukraina. Seperti dilansir dari BBC (Senin, 24/3/2014), Komandan Aliansi Tertinggi Eropa, Gen Phillip Breedlove, mengatakan bahwa Nato sedang dalam perhatian khusus mengenai ancaman di wilayah Trans-Dniester, Moldova. Pihak Rusia sendiri berpendapat bahwa pergerakan pasukannya di sebelah timur Ukraina tidak menyalahi kesepatakan internasional. Pengumpulan pasukan ini dihubungkan dengan aneksasi Crime oleh Rusia dari Ukraina, yang terjadi setelah pelengseran presiden Ukraina yang berhaluan pro-Rusia.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Deshchytsia, memperingatkan bahwa resiko pecahnya perang dengan Rusia semakin meninggi. Dia mengatakan bahwa permasalahan utama Rusia adalah mereka enggan berbicara dengan tidak hanya pemerintah Ukraina, namun juga petinggi-petinggi kekuatan barat. Hal tersebut tentu menyulitkan proses penentuan langkah selanjutnya dari Urkaina maupun Uni Eropa, sehingga yang bisa dilakukan hanyalah menunggu kemungkinan Rusia akan menyerang.

Di Crimea sendiri saat ini terjadi pemadaman listrik di beberapa wilayahnya. Dikabarkan bahwa terjadi kerusakan pada kabel transmisi listrik bawah laut, terletak di Semenanjung Laut Hitam, yang menghantarkan pasokan listrik dari Ukraina menuju Crimea. Seperti diketahui, perusahaan penyedia listrik Crimea, Krymenergo, memperolah pasokan listriknya dari perusahaan listrik Ukraina, Ukrenergo. Pasokan air dan makanan Crimea pun datang dari Ukraina.

Salah satu petinggi departemen pertahanan Amerika Serikat, Tony Blinken, mengatakan kepada pers bahwa pihaknya sedang mempelajari kembali setiap permohonan bantuan dari Ukraina. Bahkan Presiden Obama sempat merencanakan akan mengirim pasukan bantuan ke Ukraina.
Saat ini, bendera Rusia telah berkibar di 189 fasilitas militer Ukraina di Crimea. Moscow mengatakan kepada pers, bahwa aneksasi sebagai hasil dari voting referendum yang dinilai ilegal tersebut sebenarnya tidak direncanakan Rusia. Lepasnya Crimea dari Ukraina tersebut terjadi sebagai hasil dari permasalahan yang ada sejak 60 tahun lalu.

Duta besar Rusia untuk Uni Eropa, Vladimir Chizhov, mengatakan bahwa negaranya sama sekali tidak memiliki pandangan/keinginan untuk menginvasi, dan seharusnya tidak ada seorang pun yang harus takut terhadap Rusia. Karena seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Rusia mengatakan bahwa langkah mereka terkait krisis Ukraina dimaksudkan untuk melindungi kepentingan dan keselamatan masyarakat Rusia yang berada di sekitar wilayah Ukraina (termasuk di Crimea), terutama dari ancaman kelompok pro-Uni Eropa. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)