Jakarta – Persidangan kasus penistaan agama yang menyeret Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dilanjutkan pada Selasa (10/1/2017). Agenda persidangan masih memeriksa saksi pelapor. Salah satu saksi pelapor yang dijadwalkan diperiksa adalah Irena Handono (61).

Pelapor Ahoh, Irena Handono, Ternyata Bukan Mantan Biarawati

Irena Handono

Irena dikenal luas oleh publik karena mengklaim dirinya sebagai mantan biarawati Katholik. Irena ikut melaporkan Ahok atas dugaan kasus penistaan agama pada Rabu (9/11/2016). Saat melaporkan Ahok, dia membawa serta petisi tuntutan untuk memidanakan Ahok dengan bukti surat pernyataan disertai 1.100 KTP. Sedangkan pemeriksaan dilakukan oleh Basreskrim Polri pada pada Kamis (17/11/2016).

Irena yang dengan nama Han Hoo Lie. Mengaku sebagai bekas biarawati yang menjadi mualaf. Dia mengaku memutuskan masuk Islam pada 1983. Pada 12 September 2004, Irena mendirikan Yayasan Irena Center, Pembina Muallaf, yang berlokasi di Perumahan Taman Villa Baru Blok D/5 Pekayon Jaya, Bekasi. Yayasan ini sedang membangun Pondok Pesantren Muallafah khusus santri perempuan di atas lahan seluas 2.000 meter persegi di Desa Bojong Koneng, Kampung Tapos, Sentul, Bogor.

Pengakuan pernah Irena yang menyebut pernah menjadi biarawati ini pernah diulas oleh Syaikha Gayatri RA Gayatri Wedotami Muthari pada November 2016. Ulasan tersebut diberi judul “Ustazah Irena Handono yang Baik Tolong Jangan Berdusta tentang Status Mantan Biarawati Anda: Kesaksian Sr Lucyana“. Syaikha Gayatri WM adalah aktivis toleransi lintas agama. Gayatri WM menyelidiki kebenaran cerita Irena sebagai mantan biarawati.

Syaikha Gayatri WM dalam laman facebooknya menulis pertemuannya dengan Suster Lucyana, seorang biarawati dari Biara Ursulin Bandung – tempat dimana disebut Irena hampir diikrar menjadi biarawati. Menurut Syaikha Gayatri WM, Suster Lucyana menyatakan Irena bukanlah seorang biarawati. Irena tidak dapat melanjutkan tahap menjadi biarawati Katholik yang diawali dengan proses penerimaan pakaian suster yang dinamakan “Kleding”. Irena tidak diterima untuk proses kleding, sehingga saat itu Irena hanya belajar Pengantar Ilmu Filsafat dan Sejarah Gereja sehingga pemahaman Kristologinya belum diajarkan secara mendalam.

“Tidak diterima karena Irene mengidap berbagai penyakit seperti asma, sehingga sampai kasur tidur harus spesial tidak seperti kasur-kasur biarawati yang lain. Maklum orang tuanya adalah pengusaha pabrik plastik dan peternakan ayam di Jawa Timur” Tulis Syaikha Gayatri di akun Facebooknya.

Dalam tulisan itu Syaikha Gayatri WM memperoleh kesaksian lain yang memperkuat dan senada dengan suster Lucyana. Kesaksian tersebut juga diperkuat oleh Suster Engeline menjadi kepala sekolah SMP Vincentius Putri Jakarta di Jalan Otista, Jakarta Timur. Suster Imelda, Suster di St. Theresia Jl. Sabang, Jakarta. Suster Benigna yang dulu pemimpin postulan dan novisiat Biara Ursulin di Bandung, dan kini tinggal di biara Otista.

Berdasarkan kesaksian para Suster seperti hasil penelusuran Gayatri WM terungkap klain Irena Handono sebagai bekas Biarawati Katholik tidak dapat diterima. Pemilik Pondok Pesantren Muallafah Irena Center ini bukan mantan biarawati, dan klaimnya sebagai Pakar Kristologi pun dapat dipertanyakan. Dengan begitu, legitimasi kesaksiannya dalam persidangan Ahok nanti juga patut diragukan.

“Sebenarnya saya pribadi lebih mempercayai kesaksian ini setelah membandingkannya dengan keterangan Ustadzah Irena sendiri yang inkonsisten atau kurang meyakinkan mengenai status mantan kebiarawatiannya.” ujar Gayatri WM mengakhiri tulisannya.

Baca juga: Besok Akan Ada Perubahan Pengamanan Dalam Sidang Lanjutan Kasus Ahok

Keterangan Irena mengenai biodatanya dalam persidangan Ahok nanti perlu diperhatikan karena Irena dapat dikenakan Pasal 242 ayat (1) KUHP, yang mengancam hukuman tujuh tahun bagi siapapun dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah. (Yayan – www.harianindo.com)