Home > Ragam Berita > Nasional > Digugat Praperadilan Kasus Helikopter AW-101, KPK Koordinasi Dengan POM TNI

Digugat Praperadilan Kasus Helikopter AW-101, KPK Koordinasi Dengan POM TNI

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan koordinasi dengan Polisi Militer TNI terkait gugatan praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101.

Digugat Praperadilan Kasus Helikopter AW-101, KPK Koordinasi Dengan POM TNI

Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, meskipun gugatan praperadilan ditujukan kepada KPK namun akan berpengaruh terhadap kasus yang sama yang sedang ditangani POM TNI.

Gugatan terhadap KPK dilakukan oleh Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka.

“Meskipun praperadilan diajukan pada KPK, namun konsekuensi dari persidangan ini dapat berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh POM TNl,” kata Febri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (27/10/2017).

Salah satu yang dipertanyakan dalam gugatan praperadilan yakni terkait hubungan KPK dan TNI setelah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam konferensi persnya di KPK mengatakan bahwa kerjasama TNI dengan KPK dalam penanganan kasus helikopter AW-101 merupakan bentuk komitmen TNI dalam pemberantasan korupsi.

“Koordinasi lebih rinci akan dilakukan minggu depan dalam rangka menghadapi sidang praperadilan yang direncanakan dilakukan Jumat, 3 November 2017 nanti,” ujar Febri.

Dalam kasus ini, POM TNI telah menetapkan lima orang tersangka yaitu Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, pejabat pemegang kas atau pekas Letkol admisitrasi WW, staf pemegang kas yang menyalurkan dana kepada pihak-pihak tertentu yakni pembantu letnan dua SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Sedangkan KPK hanya menetapkan satu tersangka dari swasta yakni Irfan Kurnia Saleh.

Seperti diketahui, kasus pembelian heli AW-101 berawal dari pengadaan heli jenis VVIP khusus untuk keperluan presiden senilai Rp 738 miliar.

Namun dalam perkembangannya, Presiden Joko Widodo menolak heli tersebut namun pembelian tetap dilakukan dan ternyata ditemukan penggelembungan dana yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar.
(samsul arifin – www.harianindo.com)

x

Check Also

Sandi Nilai Tuntutan Buruh Terkait UMP Tidak Adil

Sandi Nilai Tuntutan Buruh Terkait UMP Tidak Adil

Jakarta – Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menilai, angka Rp 3,9 juta yang diminta ...