Jakarta – Kegiatan Bakti Sosial oleh Gereja Santo Paulus digelar deni memperingati 32 tahun berdirinya gereja sekaligus peresmian paroki dari paroki administratif menjadi paroki mandiri. Kegiatan tersebut digelar di rumah Kasmijo, Kepala Dusun Jaranan, Banguntapan, Bantul.

Setara Institute Menyayangkan Pernyataan Sri Sultan Soal Baksos Gereja

Setara Institute Menyayangkan Pernyataan Sri Sultan Soal Baksos Gereja

Namun pada hari minggu (28/01/2018) pagi, sejumlah pemuda masjid dan ormas yang mengatasnamakan Islam mendatangi bakti sosial tersebut sesaat acara tersebut baru akan dimulai. Para ormas tersebut adalah Front Jihad Islam (FJI), Forum Umat Islam (FUI) dan Majelis Mujahidin Indonesia. Mereka menuding acara tersebut bagian dari kristenisasi.

Acara tersebut lantas menuai beragam komentar, salah satunya Gubernur Daerah Istimewa Yogyakatra Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Kepala Kepolisian Resor Bantul Ajun Komisaris Besar Sahat M. Hasibuan. Keduanya melarang kegiatan bakti sosial tersebut digelar.

Dalam pernyataannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebut baksos semestinya tidak mengatasnamakan gereja karena berpotensi memunculkan persepsi lain. Sementara Sahat mengatakan penolakan oleh ormas terjadi karena kurangnya komunikasi pihak gereja dengan masyarakat.

Baca juga : Sri Sultan Sarankan Bakti Sosial Tak Mengatasnamakan Gereja

Menanggapi hal itu, Peneliti Setara Institute Halili menyayangkan pernyataan tersebut. menurutnya pernyataan Sultan dan Kapolres dinilai menimbulkan masalah karena dianggap menyalahkan korban.

“Pernyataan Gubernur dan Kapolres tersebut jelas-jelas problematik,” kata Halili seperti yang dilansir dari Tempo, Jumat (02/02/2018).

Halili mengatakan bahwa kedua pernyataan tersebut terkesan menyalahkan korban. Halili menjelaskan bahwa pola blaming the victim seperti ini biasa digunakan pemerintah dan aparat dalam merespons kasus intoleransi, dekriminalisasi, serta pelanggaran hak minoritas keagaaman.
(Muspri-www.harianindo.com)