Harian IndoJakarta – Reuters pada Senin (3/9/2018) melaporkan, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menyentuh angka Rp 14.825 per dollar. Angka ini merupakan yang terendah sejak krisis moneter (krismon) pada 1998 silam.
Sebelumnya, CNBC juga menyebutkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menyentuh Rp 14.777.
Semakin turunnya nilai tukar rupiah membuat rupiah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di Asia pada tahun ini.
Hal ini disebabkan oleh defisit transaksi berjalan hingga krisis lira Turki yang mengakibatkan kekacauan ekonomi di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
Menurut Kepala Ekonomi dan Strategi di Mizuho Bank, Vishnu Varathan, tingginya kepemilikan obligasi dan utang perusahaan Indonesia dalam mata uang dollar membuat rupiah semakin tertekan.
“Kepemilikan asing yang tinggi pada obligasi, ditambah dengan utang perusahaan Indonesia dalam dolar yang meningkat juga membuat rupiah cenderung lebih lemah,” kata Vishnu Varathan.
Keadaan ini menurutnya bisa semakin buruk bila harga minyak terus naik, juga dibarengi dengan kenaikan kredit.
“Jika kenaikan kredit meningkat lebih lanjut (risiko pasar berkembang) dan harga minyak tetap tinggi menjelang sanksi Iran, risiko nilai tukar rupiah 15.000 adalah bahaya yang jelas,” kata Varathan.
Hal yang juga disampaikan Ekonom DBS, Radhika Rao yang menyebutkan, upaya intervensi BI tidak akan efektif bila harga minyak naik dan tagihan impor negara meningkat.
“Otoritas telah secara aktif mendukung (valuta asing) dan pasar obligasi, selama serangan volatilitas baru-baru ini. Di tengah-tengah penurunan yang lebih luas dalam mata uang regional, upaya intervensi memang membantu untuk memperlancar downdraft tetapi akan menjadi tantangan untuk membalikkan arah,” kata Radhika Rao.
(samsul arifin – www.harianindo.com)
