Home > Ragam Berita > Nasional > Jokowi Lontarkan Pernyataan ‘Politikus Genderuwo’, Ini Pidato Lengkapnya

Jokowi Lontarkan Pernyataan ‘Politikus Genderuwo’, Ini Pidato Lengkapnya

Jakarta – Setelah beberapa waktu lalu Presiden Jokowi memberikan sindiran terhadap para politisi yang tidak mengindahkan etika dan norma kesantunan berpolitik dengan pernyataan ‘politikus sontoloyo’, kini Jokowi kembali melempar sindiran tajam.

Jokowi Lontarkan Pernyataan ‘Politikus Genderuwo’, Ini Pidato Lengkapnya

Untuk menggambarkan para politisi yang gemar menyebarkan propaganda ketakutan di masyarakat, Jokowi menyebut mereka dengan ‘politikus genderuwo’.

Hal ini disampaikan Jokowi saat berpidato di acara pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11/2018).

“Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya?” kata Jokowi.

“Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya ‘politik genderuwo’, nakut-nakuti,” imbuhnya.

Berikut pidato lengkap Jokowi yang menyinggung ‘politikus genderuwo’:

Tiga ribu sertifikat pagi hari ini sudah diterima oleh bapak atau ibu sekalian. Tetapi di Kabupaten Tegal tahun ini akan diberikan totalnya 45 ribu sertifikat. Sudah dan akan diberikan. Tahun depan targetnya 60 ribu sertifikat harus diberikan di Tegal ini. Akan kita rampungkan. Tadi sesuai dengan yang disampaikan Pak Menteri BPN, tahun 2023 semuanya sudah disertifikatkan di Kabupaten Tegal ini.

Setiap saya datang ke desa, ke kampung, ke kabupaten, ke kota, ke provinsi baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua apa yang sering saya dengar? sengketa tanah, sengketa lahan, antara tetangga dengan tetangga, antarsaudara, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan BUMN, kenapa?. Dan rakyat sering kalah karena tidak pegang yang namanya sertifikat.

Kita tahu sertifikat adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Bapak/Ibu punya tanah tapi gak ada sertifikat, begitu sengketa masuk ke pengadilan bisa kalah. Tapi kalau sudah yang namanya pegang sertifikat, tanda bukti hak hukum atas tanah, enak banget. Kalau kita pegang begini sudah tidak ada yang berani.

Misalnya ada yang berani ini tanah saya, bapak/ibu enak buktinya mana? Ini tanahku, buktiku ini. Enak sudah. Ini buktinya, namanya di sini. Di sertifikat itu ada nama jelas, nama pemegang hak di sini ada. Desanya di mana, luasnya, ada semua.

Di negara kita Indonesia ini masih ada kurang lebih 80 juta bidang tanah yang belum bersertifikat. Artinya banyak sekali sengketa. Oleh sebab itu saya telah perintahkan mulai tahun yang lalu kepada Menteri BPN biasanya setahun itu 500 ribu keluar sertifikat tahun kemarin saya sudah perintah harus keluar 5 juta sertifikat. Alhamdulillah akhir tahun selesai 5 juta sertifikat.

Tahun ini target saya 7 juta sertifikat harus keluar dari kantor BPN. Tahun depan targetnya 9 juta sertifikat harus keluar.

Untuk apa? Supaya masyarakat pegang tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki. Jangan sampai kebanyakan sengketa sana, sengketa sini. Kalau sudah sengketa tanah sengketa lahan mudah.

Banyak yang nangis-nangis ke saya masalah sengketa lahan, tapi saya enggak bisa apa-apa. Apalagi sudah masuk pengadilan. Enggak bisa yang namanya presiden itu intervensi, gak bisa.

Yang kedua, saya titip kalau sudah dapat sertifikat tolong diberi plastik seperti ini. Supaya kalau gentengnya bocor, kehujanan, enggak rusak. Yang kedua tolong difotokopi. Kalau yang asli mungkin hilang, masih punya fotokopinya bisa ngurus ke kantor BPN lagi. Setuju?

Yang ketiga, ini biasanya kalau sudah pegang sertifikat pinginnya disekolahkan. Enggak apa, dipakai untuk jaminan di bank. Dipakai untuk agunan ke bank juga enggak apa. Tetapi saya pesan agar sebelum pinjam ke bank itu dihitung dulu, dikalkulasi dulu bisa ngangsur apa tidak. Kalau kira-kira tidak bisa ngangsur enggak usah pinjam ke bank. Jangan pinjam ke bank.

Yang terakhir, bapak/Ibu sekalian, saya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang besar. Penduduk kita sekarang sudah 263 juta. Kita ini dianugerahi oleh Allah SWT perbedaan-perbedaan, warna-warni, beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, beda bahasa daerah, beda semua.

Kita memiliki 714 suku, banyak sekali suku di Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Bahasa daerahnya beda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah kita.

Saya titip, aset terbesar bangsa ini, modal terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan. Oleh sebab itu jangan sampai karena pilihan bupati, gubernur, presiden ada yang tidak saling sapa dengan tetangga. Ada yang tidak saling sapa antarkampung, antardesa, tidak rukun antarkampung. Jangan sampai terjadi seperti itu di Kabupaten Tegal, di Provinsi Jawa Tengah. Setuju?

Di Majelis Taklim ada yang berbeda pilihan enggak saling ngomong. Enggak boleh seperti itu. Kita harus menjaga ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniah kita. Kita ini semua adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Jangan sampai tidak rukun, tidak bersatu, menjadi pecah gara-gara pilihan presiden, gubernur, bupati. Jangan sampai rugi besar kita ini. Karena pas setiap lima tahun itu ada pilihan bupati, gubernur, presiden, wali kota ada terus. Jangan sampai seperti itu.

Apalagi sekarang ini banyak politikus yang pandai mempengaruhi. Yang tidak pakai etika politik yang baik. Tidak pakai sopan santun politik yang baik. Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi.. memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar enggak ya benar enggak ya?

Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, genderuwo, nakut-nakuti.

Jangan sampai seperti itu. Masyarakat ini senang-senang saja kok ditakut-takuti. Iya tidak? Masyarakat senang-senang kok diberi propaganda ketakutan. Berbahaya sekali. Jangan sampai propaganda ketakutan menciptakan suasana ketidakpastian, menciptakan munculnya keragu-raguan.
(samsularifin – www.harianindo.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Sandiaga Uno Ingin Kembali ke Jombang untuk Minta Maaf

Sandiaga Uno Ingin Kembali ke Jombang untuk Minta Maaf

Jakarta – Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno berniat untuk kembali ke ...


Warning: A non-numeric value encountered in /srv/users/serverpilot/apps/harianindo/public/wp-content/plugins/mashshare-sharebar/includes/template-functions.php on line 409

Warning: A non-numeric value encountered in /srv/users/serverpilot/apps/harianindo/public/wp-content/plugins/mashshare-sharebar/includes/template-functions.php on line 135