Jakarta – TKN Jokowi-Ma’ruf Amin memohon kepada pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak mendatangi dan menggelar aksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang sengketa Pilpres 2019 supaya tidak menimbulkan kericuhan.

“Tentang mobilisasi massa seperti diketahui dari pihak paslon 02 juga sudah menginstruksikan atau mengimbau seluruh pendukungnya untuk tidak hadir. Kami juga sudah mengimbau pendukung untuk tidak hadir,” kata Direktur bidang hukum dan advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan, di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/06/2019).

“Tidak usah lah memberikan kegaduhan, memberikan suasana yang tidak elok di jalan sehingga nanti orang akan terganggu aktivitas kesehariannya, orang akan menjadi terhambat apa yang jadi rutinitas mereka. Percayakan aja ke dalam forum persidangan,” sambungnya.

Ia menyerukan agar setiap pendukung 01 dan 02 melihat persidangan via televisi dan media karena akan ada siaran secara langsung. Ia mengklaim bahwa pihak kubu 01 dan 02 juga tidak semua bisa memasuki ruang persidangan, hanya sebagian yang bisa masuk dan sebagian lainnya menyaksikan melalui tenda yang disediakan oleh MK.

“Kalau ada nobar sepakbola ya ini buat nobar sidang MK. Di MK juga katanya akan di halaman MK dibuatkan layar lebar untuk menonton di depan MK yang perwakilan paslon 01 dan 02. Nama orang-orangnya harus didaftarkan ke MK,” sambungnya.

Pihak TKN mempercayakan sepenuhnya kepada hakim agung MK dikarenakan jaluryang ditempuh sudah berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.

“Kita percayakan dan yakini pada sembilan hakim MK. Kalau kita nggak percaya ke mereka kepada siapa lagi kita harus percaya, kalau ada keraguan tentunya tidak harus melakukan persoalan itu ke wilayah MK,” ungkapnya.

Sementara itu, tim pendamping kuasa hukum kubu 01, Erlinda, menyerukan agar tidak ada mobilisasi massa, terutama dengan menggunakan anak-anak. Sebab, berkaca pada kerusuhan 22 Mei kemarin, anak-anak tururt menjadi korban yang meninggal. Ia juga menghimbau agar institusi kepolisian mengawasi apabila ada perempuan dan anak-anak yang mengikuti aktivitas politik tersebut.

“Jadi kita mengimbau jangan pernah ada memobilisasi dari pihak ortu dan anak. Karena pada tanggal 20 sampai 22 Mei itu tidak pernah ada mobilisasi tapi nyatanya itu hadir. Kami mendengar bahwa akan adanya diturunkan mobilisasi dari usia remaja,” kata Erlinda.

“Dan kami meminta dengan sangat menghimbau kepada aparat dan jika ada oknum orang dewasa yang pelibatan dalam politik, khususnya anak itu tidak ada lagi kompromi karena sesuai UU saja. Karena kita paham diantara 9 yang meninggal kemarin itu ada anak,” imbuhnya. (Hari-www.harianindo.com)