JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise berkeluh kesah terkait kecilnya anggaran yang didapatkan institusinya. Dia mengatakan, hal tersebut membuat lembanganya kesulitan untuk mengurangi angka Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) secara optimal.

“Kementerian kami mungkin salah satu kementerian yang salah satu anggarannya kecil, tidak sampai Rp 1 triliun,” kata Menteri Yohana di Jakarta, Selasa (09/07).

Pernyataan itu dinyatakannya saat menghadiri diskusi bertema ‘Bahaya Human Trafficking di Tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional’. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diketahui mendapatkan anggaran sekitar Rp 500 miliar dalam APBN 2018.

Dia menyatakan bahwa minimnya anggaran itu menjadi penyebab lembaganya kesulitan mengatasi mafia-mafia perdagangan manusia terlebih anak. Terlebih, dia menegaskan, instansi yang dia pimpin juga bersifat non-implementatif sehingga bukan tugasnya untuk turun langsung ke lapangan.

Yohana menlanjutkan, pihaknya memiliki keterbatasan ruang gerak dan hanya bisa berkordinasi dengan Ketua KPAI dan menteri-menteri terkait. Dia mengatakan bahwa untuk meruntuhkan perdagangan manusia yang masif dibutuhkan peluruh yang besar dan kuat.

“Kalau Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan) bisa tenggelamkan kapal, saya juga pingin tenggelamkan mafia trafficing,” kata Yohana lagi.

Sebelumnya, Menteri Yohana mengungkapkan sulitnya pemberantasan TPPO. Dia menyatakan bahwa beratnya pemberantasan kasus tersebut disebabkan adanya mafia, konspirasi hingga permainan serta keterlibatan oknum di dalam negeri.

Data International Organization for Migration menunjukan 8876 warga Indonesia menjadi korban kasus perdagangan orang dari 2015 hingga 2018. Yohana mengatakan, mayoritas korban berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mengacu pada data tersebut, Badan Anak PBB (UNICEF) memperkirakan jika 100 ribu perempuan dan anak Indonesia diperdagangkan setiap tahun untuk eksploitasi seksual di dalam maupun di luar negeri. Data tersebut mendapati sekitar 80 persen pekerja seks komersial (PSK) berusia di bawah 18 tahun dan 40 ribu sampai 70 ribu anak menjadi korban perdagangan manusia. (Hari-www.harianindo.com)