Surabaya – Salah satu anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta, Marco Kusumawijaya, dinilai oleh seorang pengamat bersikap panik sehingga menyerang Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melalui akun Twitternya.

Menurut peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam, kepanikan tersebut dipicu karena nama Risma termasuk dalam salah satu calon potensial pesaing Anies Baswedan di Pilgub DKI Jakarta 2022 mendatang.

“Ya tentu karena yang dinaikkan Bu Risma kalau ada kepanikan itu wajar, karena memang Bu Risma termasuk kepala daerah yang potensial yang menyaingi Pak Anies. Dan sejauh ini memang tone kepada Bu Risma sangat positif di DKI Jakarta,” kata Surokim Abdussalam pada Jumat (02/08/2019).

“Jadi wajar jika kemudian ada upaya untuk menghadang atau memberi tekanan (Kepada Risma) dan kemudian mempengaruhi eksistensi positif ke Pak Anies sebagai gubernur DKI ya wajar kalau mereka panik,” lanjut Dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura itu.

Baca Juga: Ditanya Soal Cuitan Anak Buah Anies, Risma: “Biarin Aja”

Meski demikian, Surokim menilai bahwa rencana Pemkot Surabaya untuk mengambil langkah hukum terasa berlebihan. Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk dari kontestasi ruang publik di media sosial.

“Ini semua merupakan bagian dari kontes untuk merebut ruang publik di udara bagi politisi-politisi jadi menurut saya kalau mau elegan, kalau mau main cantik. Pemkot tidak perlu harus lebay mempelajari cuitan-cuitan itu karena warganet emosinya itu sangat mudah untuk bergerak empati, simpati bahkan kemudian berbalik mendukung kalau kemudian ada lawan politik yang dizalimi dan pilihan untuk ke ranah hukum itu, menurut saya relatif sensitif terkait dengan pertarungan,” ujar Surokim.

“Menurut saya, pemkot Surabaya tidak perlu panik untuk menghadapi hal itu kalau mereka kemudian menyerang negatif. Biarkan, karena faktanya memang politik kita itu politik yang high context jadi orang yang menyerang dengan kasar taruhlah kemudian black campaign bahkan negatif campaign itu tidak efektif. Maka jangan dibalas dengan negatif juga. Tapi jawablah dengan yang positif tapi karena sesungguhnya ini adalah perebutan kekuasaan di ruang publik,” imbuhnya. (Elhas-www.harianindo.com)