Jakarta- Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menganggap bahwa pemerintah pusat bekerja secara asal-asalan dan tidak serius dalam menangani bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan akhir-akhir ini. Akibat karhutla tersebut, sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan dikepung kabut asap.

“Saya rasa ini amatir lah, para pekerjanya amatir. Harus kerja lebih profesional,” kata Fahri saat ditemui di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Senin (16/09).

Lebih lanjut, Fahri menyontohkan cara memberantas karhutla ini sama seperti memberantas kasus korupsi yang ada di Indonesia. Ia menyatakan baik korupsi dan karhutla tidak akan bisa selesai jika masih ada kesalahan pada sistem.

Ia memberikan saran agar pemerintah lebih serius lagi dalam upaya pencegahan dan penindakan karhutla agar kejadian itu tidak berulang kembali.

“Gimana pencegahan dan penindakannya. Karena itu saya rasa ada kelemahan cara kerja. Karena itu presiden harus evaluasi pejabat yang kerja di sektor ini, kenapa bisa terjadi,” kata Fahri.

Bahkan, Fahri sempat membeberkan pengalamannya mengunjungi sebuah laboratorium lingkungan hidup di California, Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Kala itu, ia mengatakan laboratorium itu bisa mendeteksi pohon-pohon yang ditebangi di seluruh dunia ini melalui satelit.

Ia pun mengharapkan bahwa nantinya Indonesia memiliki alat mitigasi semacam itu guna mencegah terjadinya karhutla yang sering terjadi di musim kemarau.

“Jadi kalau kita di Indonesia punya alat mitigasi yang bener. Api masa nggak bisa kita baca, kayu aja yang ditebang bisa disensor oleh satelit. Masa api nggak bisa dilacak,” kata dia.

Melihat hal tersebut, Fahri meminta agar Presiden Joko Widodo bisa bersikap tegas terhadap para pembantunya yang mengatasi masalah karhutla saat ini. Ia bahkan memberikan saran kepada Jokowi agar memecat para pembantunya yang tak bisa mengatasi permaslahan tersebut.

“Tapi bentar lagi presiden kan ganti tim, ya ganti lah tim yang lebih profesional, jangan yang itu-itu aja. Kalau orang yang sama suruh kerja, kerjaannya nggak selesai-selesai ya dipecat. Harus ada time limit. Rakyat uangnya terbatas,” pungkas Fahri. (Hr-www.harianindo.com)