Jakarta- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berdalih terkait film The Santri tidak memberikan edukasi dan cenderung liberal. Wakil Sekjen PBNU, selaku Produser Eksekutif film The Santri Imam Pituduh menyatakan bahwa film garapan sutradara kakak beradik, Livi Zheng dan Ken Zheng itu mengajarkan kebinekaan kepada masyarakat.

“Spirit filmnya itu menunjukkan semangat Indonesia dengan kebinekaannya, sangat ramah, damai, dan toleran,” ujar Imam di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (17/09).

Pernyataan Imam tersebut sebagai bentuk tanggapan terkait tudingan sejumlah kalangan yang menuding film The Santri tidak merepresentasikan kehidupan santri sebenarnya. Sebelumnya, menantu Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab, Hanif Alathas tidak menerima penayangan film The Santri yang digagas oleh PBNU. Hanif sendiri merupakan Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI).

“Front Santri Indonesia menolak film The Santri karena tidak mencerminkan akhlak dan tradisi santri yang sebenarnya,” tutur Hanif, Minggu (15/09).

Imam menerangkan bahwa salah satu adegan kebinekaan dalam film The Santri adalah ketika dua orang santri memberikan tumpeng kepada jemaat gereja. Ia mengungkapkan bahwa adegan itu diambil dari tradisi dan kebiasaan masyarakat pesantren, yakni ater-ater.

Ia menjelaskan ater-ater adalah budaya membagikan makanan kepada orang lain, baik muslim atau nonmuslim ketika menjelang bulan Ramadan.

Budaya ater-ater, kata dia, juga sengaja diangkat dalam rangka untuk menggambarkan bahwa menjadi santri bukan berarti harus kaku dalam menjalani hubungan sosial dengan orang lain.

“Islam yang kami ingin tunjukkan adalah Islam yang ramah, bukan marah-marah, merangkul, bukan memukul, toleran, mengajak, bukan mengejek. Nah ini yang penting kami ingin tunjukkan,” ucapnya.

Terkait dengan tudingan The Santri terlalu liberal lantaran disebabkan adanya adegan santri memberi makanan ke gereja, ia enggan untuk menanggapi secara serius. Ia hanya mengingatkan Rasulullah pernah menyuapi setiap hari pengemis buta yang beragama Yahudi.

“Coba bayangkan, bukan hanya sekadar dibawakan tumpeng ke gereja lho ya, disuapin. Betapa mulianya nilai kemanusiaan ini. ini yang harus dicontoh,” ujar Imam.

Di sisi lain, Imam mengingatkan bahwa perjalanan bangsa Indonesia tidka bisa lepas dari santri. Santri bersama kalangan nonmuslim disebut berperan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah, ia bahkan berujar bahwa santri terus berperang melawan kolonialisme kendati sebagian pihak merasa perang sudah selesai pasca Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.

Selain berperang, Imam mengungkapkan bahwa santri juga berperan dalam mengisi dan turut andil dalam mempersiapkan dasar-dasar negara. Bersama pihak terkait lainnya, santri yang diwakili oleh Wahid Hasyim menyusun Piagam Jakarta, sebuah dokumen yang menjembatani perbedaan dalam agama negara.

“Jadi sesungguhnya spirit santri adalah spirit toleransi, kebinekaan, kebangsaan, yang itu sudah ada dari dulu. Maka dengan demikian santri ini semangatnya harus diangkat ke publik,” tukasnya. (Hr-www.harianindo.com)