Jakarta – Aksi demonstrasi di Gedung DPR kembali berlanjut. Kini, massa buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengadakan aksi pada Rabu (02/10/2019). Dalam tuntutannya, mereka meminta agar BPJS Kesehatan dibubarkan saja. Menurut mereka, iuran yang dinaikkan tak dapat mengatasi defisit anggaran yang dialami oleh perusahaan tersebut.

“Defisit BPJS enggak bisa diatasi dengan naiknya iuran dan sebagainya karena mengunci di peraturan perundang-undangannya, UU No.40 2004 dan UU Nomor 24 Tahun 2011. Itu sudah mengunci sehingga hak pekerja mudah disclaimer, tidak melekat menjadi jaminan sosial yang diatur dalam UU No.13 2003 bahwa jaminan tenaga kerja itu hak tenaga kerja,” kata Ketua Umum SPN Joko Haryono pada Rabu (02/10/2019).

Lebih lanjut, Joko mengatakan bahwa pada praktiknya para pekerja mengalami kesulitan dalam mendapat jaminan kesehatan tenaga kerja. Mereka hanya mampu mendapat jaminan tersebut apabila perusahaan mereka mendaftar dan membayar iuran BPJS secara rutin.

“Seharusnya hak itu tidak bisa disyaratkan seperti itu. Hak itu melekat karena diatur di UU 170 tentang kesehatan dan keselamatan kerja,” ujar Joko.

Hal tersebut justru merugikan para pekerja. Apabila mereka mengalami kecelakaan dalam bekerja atau pekerja dan keluarga sakit, seharusnya mereka dapat memanfaatkan layanan kesehatan tanpa harus khawatir perusahaan tidak mendaftarkan atau membayar iuran tersebut.

“Di UU Nomor 40 maupun BPJS Kesehatan menyebutkan bahwa peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang sudah tinggal lebih dari 6 bulan. Karena itu, kemungkinan tunggakan atau tanggung jawab pengusaha juga diatur, bahwa pengusaha mendaftarkan pekerjanya dan membayar iuran,” katanya.

Seharusnya, perusahaan memberi jaminan kesehatan untuk para pekerja dan keluarganya dengan membayar iuran secara rutin. Akan tetapi, pada kenyataannya justru para pekerja tak mendapat hak tersebut lantaran pihak perusahaan yang lalai.

Atas dasar itulah, SPN menuntut pembubaran BPJS Kesehatan. Selain itu, mereka juga meminta agar sistem Jamsostek, Askes, Jamkesda, Jamkesma atau Taspen agar diterapkan kembali. Diketahui bahwa berkat UU Nomor 49 Tahun 2004, sejumlah layanan tersebut digabung menjadi BPJS Kesehatan. (Elhas-www.harianindo.com)