Krisis Ukraina: Crimea Adakan Referendum Crimea – Telah diketahui bahwa sebagai respon dari krisis yang terjadi di Ukraina, Rusia telah memobilisasi militernya sampai ke wilayah Crimea. Sehingga secara de facto, Rusia bisa dianggap mengkontrol Crimea. Pendudukan ini kemudian dimanfaatkan oleh pemerintahan Crimea untuk mengadakan sebuah voting pada sebuah referendum, untuk menentukan sikap Crimea ke depannya, apakah pro-Ukraina seperti selama ini, atau beralih pro-Rusia, dan masuk ke dalam Federasi Rusia.

Seperti dilansir dari BBC (Kamis, 6/3/2014), langkah referendum ini dianggap oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat bertentangan dengan konstitusi Ukraina, dan karenanya ilegal untuk dilakukan. Karena sampai saat ini, meski mayoritas penduduknya beretnis Rusia, Crimea masih menggunakan hukum dan aturan konstitusi Ukraina. Anggota parlemen Crimea sebelumnya telah menetapkan tanggal diadakannya voting tersebut pada 16 Maret.

Sebelum pertemuan di Burssels, Belgia, beberapa anggota Uni Eropa, yang dipimpin oleh Jerman, telah mengusahakan mediasi antara Rusia dan Ukraina, yang tentunya dilakukan dengan damai. Adapun langkah yang dilakukan Crimea ini telah mempersulit usaha tersebut. Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Presiden Dewan Uni Eropa, Herman Van Rompuy, mengatakan bahwa langkah tersebut ilegal, dan tentunya membuat pembicaraan dengan Rusia bakal tertunda. Presiden Amerika Serikat, barack Obama juga mengatakan hal serupa, bahwa referendum ini menyalahi hukum Ukraina bahkan hukum internasional.

Obama mengatakan bahwa ada telah banyak dilakukan usaha untuk menyelesaikan krisis ini dengan damai, namun bila pelanggaran terus terjadi, maka pihak AS dan seluruh aliansinya tetap akan bersikap tegas. Adapun Obama memuji persatuan internasional dalam usahanya membantu penyelesaian krisis ini. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)