Jakarta – Tidak dapat dipungkiri apabila media sosial (medsos) memiliki peran ganda dalam menyampaikan peristiwa sekecil apa pun di belahan bumi ini.

Menkominfo Dukung Polri Jerat Penyebar Kebencian di Medsos Dengan UU ITE

Akan tetapi, media sosial juga bisa sangat berbahaya manakala digunakan sebagai alat untuk memicu perpecahan. Ibaratnya, media sosial bagai pisau bermata dua karena selain dampak positif, dampak negatif yang ditimbulkan dari media sosial juga beragam.

Seperti yang saat ini terjadi di Tanjungbalai di mana menurut Kepala Kepolisian RI, Jenderal Tito Karnavian aktivitas media sosial adalah pemantik pembakaran vihara serta kelenteng. Terkait pengawasan media sosial ini, Kapolri mengatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara.

Saat perihal ini ditanyakan kepada Menkominfo, dengan tegas dia menjawab mendukung langkah Kapolri untuk memburu penebar provokasi di media sosial.

“Saya udah bilang dan ketemu sama Kapolri. Kita dukung langkah Kapolri,” jelas pria yang akrab disapa Chief RA saat ditemui usai acara Halal Bi Halal Komunitas Telko dan Jurnalis di rumah dinasnya, Jakarta, Selasa (02/08).

Dikatakannya, aksi yang dilakukan penebar provokasi di media sosial itu sudah jelas bermuatan SARA yang telah masuk dalam ranah UU ITE pasal 28 ayat 2. Dalam pasal 28 ayat 2 itu disebutkan: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

“Pokoknya yang hate speech sudah jelas masuk ke UU ITE pasal 28 ayat 2. Itu subjek ke tuntutan pidana maksimal enam tahun dan denda sampai dengan Rp 1 Miliar,” terangnya.

Kapolri menambahkan, ada salah satu opsi supaya bisa mengantisipasi isu-isu provokasi dari media sosial, misalnya memindahkan server mereka di Indonesia. Namun, opsi yang dilontarkan oleh Kapolri tidak gamblang dijawab oleh Menkominfo.

“Yang dibutuhkan apa? Fisikal data center, akses, service level atau apa?” terangnya. (Yayan – www.harianindo.com)