Harian IndoWashington – Segelintir pemimpin negara-negara diketahui sering membuat kebijakan-kebijakan yang cukup kontroversial. Tidak jarang perintah yang mereka keluarganya menuai beragam protes hingga memicu konflik di negaranya maupun negara lain.
Hal itu rupanya juga menjadi pengamatan lembaga Hak Asasi Manusia (HAM), Amnesty Internasional (AI). Dalam laporannya mereka menyebut sejumlah nama pemimpin negara yang dinilai memecah belah bangsa dengan berbagai kebijakannya dan dinilai berbahaya.
Diantaranya adalah Donald Trump, seperti diketahui Presiden Amerika Serikat ke-45 ini membuat kontroversial terkait imigran muslim. Peraturan itu sontak menuai kecaman keras bahkan dari negara lain lantaran dinilai mendiskriminasi.
Nama lain yang dianggap berbahaya adalah Vladimir Putin (Presiden Rusia) dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Putin dikecam lantaran mengintimidasi negara-negara Balkan. Sementara Kim Jong Un menuai kontroversi karena keputusannya melakukan uji coba nuklir.
Tak hanya itu, Sekretaris Jenderal AI, Salil Shetty mengatakan jika negara-negara yang dulu gencar mengkampanyekan HAM kini justru mengalami kemunduran. Menurutnya banyak pemimpin negara yang justru merendahkan manusia untuk kepentingan politik.
“Bukannya memperjuangkan hak rakyat, banyak pemimpin yang justru mengadopsi kebijakan yang merendahkan manusia untuk kepentingan politik,” ungkap Shetty.
“Politisi kini tak malu lagi melegitimasi retorika penuh kebencian hanya berdasarkan identitas orang. Mereka secara terang-terangan menunjukkan hal-hal seperti misoginis, rasisme dan homofobia.”
Sementara itu, selain nama diatas sejumlah pemimpin negara lain juga termasuk dalam daftar “berbahaya” menurut AI. Diantaranya ada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Baca juga: Kebijakan Baru Trump Berpotensi Deportasi Jutaan Orang Dari AS ?
Seperti diketahui, para pemimpin dunia itu beberapa kali membuat pernyataan yang seolah mengintimidasi, menebar ketakutan dan penuh tudingan. Hal tersebut dianggap bisa memecah belah bangsa dan juga berdampak pada negara lain.(Yayan – www.harianindo.com)
