X
  • On 04/10/2017
Categories: NasionalRagam Berita

Ditahannya Jonru Ginting Disebut Gara-Gara Acara ILC dan Karni Ilyas

Jakarta – Aktivis media sosial Jonru Ginting secara resmi dijadikan tersangka dan ditahan di tahanan Polda Metro Jaya pada Jumat (29/9/2017).

Beberapa netizen menganggap ditangkapnya Jonru setelah dirinya menjadi salah satu narasumber di acara diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan oleh TVOne.

Saat itu, Jonru yang tampil bersama beberapa narasumber di acara ILC yang bertajuk “Halal Haram Saracen” sempat beradu argumentasi dengan politisi Partai Nasdem, Akbar Faizal.

Di penghujung debat keduanya, Akbar Faizal sempat meminta polisi agar segera memproses Jonru terkait pernyataannya di media sosial yang menyinggung Presiden Joko Widodo.

Pada 31 Agustus 2017, Jonru Ginting dilaporkan ke polisi oleh Muannas Al Aidid (pengurus Badan Advokasi dan Hukum Partai Nasdem), dan pada Jumat (29/9/2017) lalu ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.

Beberapa pihak ada yang mendukung langkah Polri, namun ada juga menentang bahkan menyalahkan ILC dan Karni Ilyas sebagai Pemred TVOne karena tidak bisa melindungi narasumbernya.

Salah satu yang menentang adalah Johan Khan, alumni Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang menuliskan surat terbuka kepada Karni Ilyas.

Berikut isi suratnya:

Bang Karni Ilyas, tak elok jika ILC tvOne berakhir dengan dipidanakannya narsum karena dinamika diskusi. Mohon perhatian abang untuk Jonru Ginting.Saya menghormati kejujuran isi tulisan-tulisan Jonru di Medsos. Adapun soal gayanya itu lain urusan, orang boleh suka/tidak suka dengan caranya mengekspresikan pemikirannya. Tetapi yang jelas, pemidanaan dirinya sebagai Narsumber hanya karena dinamika dalam forum diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) adalah kemunduran.

Saya sepakat dengan penilaian Dewan Pers bahwa ILC merupakan sebuah produk jurnalistik yang dilindungi oleh undang-undang. Para narasumber yang diundang untuk hadir dan bicara dalam acara tersebut pun dipilih dan diketahui oleh pemimpin redaksi. Apabila seorang narasumber dilaporkan karena opininya, hal tersebut merupakan ancaman bagi kebebasan pers. Karena selain data dan fakta, wartawan sangat mengandalkan narasumber dan kerap berpendapat dengan meminjam mulut narasumber. Apabila para narasumber yang berpendapat dalam suatu kegiatan jurnalistik itu dipidanakan, maka ke depannya tak hanya kebebasan pers yang terancam, tetapi juga para wartawan akan semakin kesulitan dalam mencari narasumber, baik itu ahli, pengamat, pakar, dan lain-lain. Ini juga akan mengekang demokrasi atau keterbatasan menyampaikan pendapat. Ketika ada pihak yang merasa dirugikan mengenai kegiatan jurnalistik, tidak langsung melaporkan sebagai tindakan kriminal ke aparat. Tetapi ada mekanisme yang harus dilalui, salah satunya melalui Dewan Pers.

Hal ini seharusnya sudah dipahami oleh Polisi sehingga tidak begitu saja memproses laporan, melainkan seharusnya diarahkan ke Dewan Pers terlebih dahulu. Jangan lekas menangkap jika terlapor pengkritik rezim, tetapi cenderung dibiarkan jika terlapor pendukung rezim.

2 Oktober 2017

(Johan Khan)
(samsul arifin – www.harianindo.com)

Samuel Philip Kawuwung: