Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif ( caleg) sebaiknya dikaji kembali.

Fadli Zon Minta Larangan Mantan Narapidana Jadi Caleg Tidak Langgar Hak Konstitusional

Menurut Wakil Ketua DPR ini, hak memilih dan dipilih adalah hak setiap warga negara Indonesia, sehingga larangan tersebut jangan sampai melanggar hak konstitusional seseorang.

“Menurut saya perlu dikaji karena kan proses menjadi UU melalui proses panjang. Selain itu karena hak untuk dipilih dan memilih adalah hak yang dijamin konstitusi. Jangan kemudian karena ada ide baru atau hal yang kemudian menjadi perhatian publik (jadi melanggar hak konstitusional),” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/4/2018).

“Tentu prinsipnya kita tak ingin orang yang nantinya menduduki jabatan publik adalah orang yang mungkin pernah melakukan satu kesalahan sehingga tak beri keteladanan,” imbuhnya.

Peraturan KPU (PKPU) menurut Fadli seharusnya mengacu kepada Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 240 ayat 1.

Pada pasal tersebut tertulis bahwa calon legislator tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

“Menurut saya memang perlu mengacu pada undang-undang karena hak untuk dipilih dan memilih adalah hak yang dijamin konstitusi,” kata Fadli.

Seperti diketahui sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana akan mengeluarkan peraturan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan diri pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 mendatang.

“Sebenarnya di undang-undang tidak ada, mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg, di PKPU pencalonan mau kami masukkan,” kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Pelarangan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka yang telah divonis bersalah dalam kasus korupsi telah mengkhianati jabatan sebelumnya, sehingga tidak layak mendapatkan jabatan publik kembali.
(samsul arifin – www.harianindo.com)