Jakarta – Presiden Jokowi mengaku kelepasan melontarkan pernyataan ‘politik sontoloyo’ karena kejengkelannya sudah tidak bisa tertahankan lagi melihat perkembangan politik di Indonesia belakangan ini.

Menurut Jokowi, dunia luar justru terkagum-kagum dengan Indonesia dalam hal memelihara persatuan di tengah keberagaman.

“Pertama, ini masalah kebangsaan, 73 tahun merdeka, sejak awal sampai sekarang sebetulnya kita nilainya sudah A, sudah rampung. Negara lain melihat kita itu terkagum-kagum,” kata Jokowi saat Peresmian Pembukaan Pertemuan Pimpinan Gereja dan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/10/2018).

“Sebetulnya masalah kebhinnekaan selesai. Tidak ada yang mempermasalahkan. Para founding father pendiri bangsa ini sudah rampung. Dan nilainya, yang menilai kan dari luar, nilainya A. Kalau di PT itu cum laude,” tambah Jokowi.

Namun demikian, kontestasi politik menjelang Pilkada dan Pilpres justru merusaknya dengan cara-cara politik yang tidak beretika.

“Tetapi ini gara-gara pemilihan bupati, pemilihan wali kota, pemilihan gubernur, pemilihan presiden, nah ini dimulai dari sini. Sebetulnya dimulai dari urusan politik yang sebetulnya setiap lima tahun pasti ada. Dipakailah yang namanya cara-cara politik yang tidak beradab, tidak beretika, tidak bertata krama Indonesia,” ujar Jokowi.

“Cara-cara politik adu domba, cara-cara politik memfitnah, cara-cara politik memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi, sebuah kekuasaan dihalalkan. Nah dimulai dari sini. Sehingga muncul kalau saya sampaikan ya sedikit masalah yang sebetulnya sudah berpuluh tahun tidak ada masalah,” jelasnya.

Karena itu Jokowi mengungkapkan mengapa ia sampai mengeluarkan pernyataan tajam tersebut.

“Inilah kenapa kemarin saya kelepasan, saya sampaikan ‘politikus sontoloyo’ ya itu. Jengkel saya. Saya nggak pernah pakai kata-kata seperti itu. Karena sudah jengkel ya keluar. Saya biasanya ngerem, tapi sudah jengkel ya bagaimana,” tandasnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)