Harian IndoJakarta – Kali ini rasa gundah galau sedang dialami para awak media, radio dan televisi karena mereka terlambat menyampaikan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini terkait perintah Komisi II DPR yang meminta KPU untuk melarang media TV dan radio menyiarkan hasil quick count (hitung cepat) Pilpres 17 April 2019.
Sedangkan jika dilihat dari pelaksanaan pilpres sebelumnya, banyak pihak yang merasa puas dengan kinerja mereka yang sudah langsung memulai sejak pukul 12:30 WIB segera setelah pilpres selesai dan penghitungan dimulai.
Maka dari itu kini media mengkhawatirkan kalau pada “injury time” satu jam tiga puluh menit yang dipaksakan oleh KPU tersebut mengakibatkan masalah besar. Pertama, bisa jadi media luar negeri seperti CNN, CNBC, BBC, NHK Jepang, bahkan RTM Malaysia dan Channel 7 Australia akan lebih cepat mengabarkan hasil Pilpres Indonesia ketimbang media cetak dan elektronik di dalam negeri.
Terlebih lagi hal tersebut akan membuka kemungkinan keributan komunikasi ketika pada kesempatan itu para pelaku medsos leluasa dan bergembira ria meng-update hasil pilpres sementara media cetak dan elektronik mainstream harus menunggu waktu satu jam tiga puluh menit lebih lama karena harus mematuhi ketentuan KPI dan KPU.
Hal tersebut akhirnya memunculkan ide dari IJTI yang kemudian diselenggarakan seminar yang berjudul “Menggugat Pasal Hitung Cepat dalam UU Pemilu”
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)
