Tel Aviv- Israel mengeluarkan pernyataan bahwa tengah merencanakan langkah militer jika di kemudian hari terjadi konfrontasi antara Amerika Serikat dan Iran di Timur Tengah. Menteri Luar Negeri Israel, Yisrael Katz, mengklaim bahwa Iran mungkin akan melakukan tindakan konfrontasi secara tidak sengaja di tengah peningkatan tensi ketegangan.

Menurut Katz, Israel yang merupakan musuh bebuyutan Iran dan sekutu AS juga perlu mempersiapkan diri secara militer.

“Harus diperhitungkan bahwa kalkulasi keliru oleh rezim Iran bisa memicu perubahan dari situasi di ‘zona abu-abu’ ke ‘zona merah’ yaitu konfrontasi militer besar,” kata Yatz dalam pidatonya di forum keamanan internasional Konferensi Herzliya, Selasa (02/07).

“Kami harus bersiap untuk ini dan dengan demikian Israel bisa terus memantapkan diri untuk membangun kekuatan militernya demi bisa merespons skenario-skenario yang memungkinkan terjadinya eskalasi,” ujarrnya menambahkan.

Israel telah lama memberikan ancaman untuk mengambil tindakan militer guna mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Namun, pemerintahan Presiden Hassan Rouhani mengeluarkan peringatan bahwa Iran bisa menghancurkan Israel hanya dalam waktu “setengah jam” saja jika AS berani menyerang Teheran.

Ketegangan antara AS-Iran kian meningkat terutama setelah Washington menarik diri keluar dari perjanjian nuklir 2015 pada 2018 lalu. Pakta nuklir era Barack Obama itu juga semakin berada di ambang kehancuran setelah Iran berencana melanjutkan kembali program nuklirnya dan menembak jatuh drone milik AS beberapa pekan lalu.

AS juga melayangkan tudingan terhadap Iran sebagai dalang sabotase kapal tanker Arab Saudi di Selat Hormuz, meski Teheran berkeras membantahnya.

Sementara itu, Israel mendukung pemerintahan Presiden Donald Trump untuk terus menekan Iran dengan sanksi. Tel Aviv memprediksi Iran pada akhirnya akan bersedia merundingkan kembali lagi perjanjian nuklir yang lebih ketat karena terus ditekan sanksi.

“Iran tidak memiliki peluang dalam perang ini. Karena itu ada peluang di sini, melalui tekanan ekonomi dan sanksi yang komprehensif untuk mencegah perang dan untuk mencapai tujuan tanpa perang,” kata Katz seperti dikutip Reuters. (Hari-www.harianindo.com)