Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, percaya bahwa pada dasar hukum untuk menata pedagang kaki lima (PKL) di trotoar. Dia pun mengklaim bahwa sederet aturan mulai dari UU hingga Perpres.

“Ya kalau itu ada aturan-aturannya banyak, mau mengizinkan, dan itu berlaku di seluruh Indonesia. Memang nggak boleh trotoar dipakai untuk jualan? se-Indonesia tuh,” ungkap Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (04/09/2019).

Berikut aturan-aturan yang dianggap Anies menjadi dasar penataan PKL di trotoar:

  1. Peraturan Menteri PU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
  2. UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
  3. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Pasal 7 ayat 1
  4. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
  5. Permendagri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
  6. Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

Permen PU 3/2014 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki

Dalam Permen ini, kata ‘trotoar’ tidak diungkapkan secara eksplisit. Namun, dijelaskan terkait pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki dalam Pasal 13. Begini bunyinya:

Pasal 13
(1) Pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki dilakukan dengan mempertimbangkan: a. jenis kegiatan; b. waktu pemanfaatan; c. jumlah pengguna; dan d. ketentuan teknis yang berlaku
(2) Pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki hanya diperkenankan untuk pemanfaatan fungsi sosial dan ekologis yang berupa aktivitas bersepeda, interaksi sosial, kegiatan usaha kecil formal, aktivitas pameran di ruang terbuka, jalur hijau, dan sarana pejalan kaki.

Dalam Pasal 1, jaringan pejalan kaki yang dimaksud adalah ruas pejalan kaki, baik yang terintegrasi maupun terpisah dengan jalan, yang diperuntukkan untuk prasarana dan sarana pejalan kaki serta menghubungkan pusat-pusat kegiatan dan/atau fasilitas pergantian moda.

UU No 26/2007 Tentang Penataan Ruang

UU ini juga tidak secara eksplisit menyebut kata ‘trotoar’. Tetapi dalam Pasal 28 poin c dijelaskan soal sarana jaringan pejalan kaki yang juga berfungsi untuk pelayanan sosial ekonomi.

Pasal 28
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

UU No 20/2008 tentang UMKM

UU ini menjelaskan tentang hak PKL/pengusaha kecil menengah. Anies secara spesifik menyebut Pasal 7 Ayat 1. Begini bunyinya:

Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:
a. pendanaan;
b.sarana dan prasarana;
c.informasi usaha;
d.kemitraan;
e.perizinan usaha;
f.kesempatan berusaha;
g.promosi dagang; dan
h.dukungan kelembagaan.

Perpres No 125/2012 Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Perpres ini adalah aturan yang digunakan untuk mendukung UU No 20 Tahun 2008. Pasal 4 menyebutkan Gubernur melakukan penataan PKL Provinsi di wilayahnya dengan berpedoman pada Kebijakan Penataan PKL yang ditetapkan oleh Mendagri.

Permendagri No 41/2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Terlait dengan hak PKL atas sarana dan prasarana kembali ditegaskan oleh Permen ini. Permen ini mengamanatkan agar Bupati/Walikota menetapkan lokasi usaha PKL dalam Pasal 33. Berikut bunyinya:

Pasal 33
(1) Bupati/Walikota menetapkan lokasi atau kawasan sesuai peruntukannya sebagai lokasi tempat kegiatan usaha PKL.
(2) Penetapan lokasi atau kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
(3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan lokasi binaan yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
(4) Lokasi binaan yang telah ditetapkan dilengkapi dengan papan nama lokasi dan rambu atau tanda yang menerangkan batasan jumlah PKL sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pergub DKI No 10/2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL

Pergub ini mendukung amanat Permendagri soal penetapan lokasi PKL. Dipaparkan dalam Pasal 10, terkait tempat usaha tidak bergerak dan tempat usaha bergerak. Pergub ini ditandatangani oleh Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok) pada 16 Januari 2015. Begini bunyinya:

Pasal 10

  1. Bentuk tempat usaha jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    a. Tempat usaha tidak bergerak; dan
    b. Tempat usaha bergerak

Kemudian Pasal 11, dijelaskan bahwa tempat usaha tak bergerak tersebut berupa gelaran, lesehan, tenda dan shelter. Sedangkan tempat usaha bergerak adalah yang bermotor dan tidak bermotor. (Hr-www.harianindo.com)