Jakarta – Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie menghembuskan nafas terakhir tepat pukul 18.05 WIB, Rabu 11 September 2019. Habibie dirawat di RSPAD sejak 1 September lalu.

Semasa hidupnya banyak prestasi dan kebijakan yang mengesankan ia torehkan. Salah satu yang sulit dilupakan yaitu saat BJ Habibie bisa mengendalikan nilai tukar Rupiah ketika Indonesia sedang menghadapi krisis moneter.

Pada tahun 1998, nilai tukar Rupiah tercatat nyaris menyentuh Rp 15.000 per USD. Pada Januari 1998, Rupiah sempat menyentuh Rp 14.800 per USD 1, dan paling buruk pernah terjadi pada Juni 1998, di mana USD 1 senilai Rp 16.800.

Namun, nilai tukar Rupiah pada era tersebut dapat dikendalikan oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Dia berhasil menekan Rupiah dari belasan ribu hingga berada di bawah Rp 7.000 jelang akhir masa pemerintahannya.

Habibie yang diangkat menjadi presiden setelah Soeharto mengambil keputusan untuk mundur dari jabatannya berupaya keras agar Rupiah tak terus mengalami pelemahan. Berbagai upaya pun ia lakukan untuk mengembalikan posisi nilai tukar rupiah.

Selain mengalami tekanan dari dalam negeri, Habibie juga harus berhadapan dengan intervensi ekonomi yang dipaksakan International Monetary Fund (IMF). Lembaga moneter ini memaksa Indonesia agar menghapus kebijakan subsidi, terutama BBM dan TDL. Namun, hal tersebut tidak diterima oleh Habibie.

“Kalau pemerintahan Presiden Habibie Rp 12.000 per USD, mau dipatok Rp 8.000 per USD. Jadi enggak menganut pasar bebas seperti negara-negara Amerika Latin, berhasil ditekan suku bunga di kisaran 10 persen,” ujar dia, Kamis (11/06) 2015 silam.

Upaya tersebut ternyata berhasil dalam mempertahankan rupiah terus menguat terhadap dolar. Saat menyampaikan laporan pertanggungjawaban di hadapan MPR, nilai Rupiah saat itu berada di level Rp 6.500, suatu pencapaian yang belum bisa diikuti oleh presiden setelahnya. (Hr-www.harianindo.com)