Jakarta – Peneliti senior Lembagai Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus benar-benar berhati-hati ketika mengambil keputusan terkait dengan permasalahan konflik di Papua. Presiden harus segera turun ke lapangan untuk bertemu secara langsung dengan masyarakat Papua guna meredam tensi amarah disana.

“Kalau Pak Jokowi tidak hati-hati dalam merespons masalah ini, saya curiga bakal ada reformasi jilid dua,” ujarnya, Jumat (13/08).

Haris memberikan saran bahwa berdasarkan pada kajian yang telah digarap tim peneliti LIPI, harus ada upaya untuk melakukan dialog antarnegara dengan warga Papua. Namun, ia menekankan bahwa Jokowi harus memahami terlebih dahulu konteks dialog yang tepat dengan warga Papua.

“Bukan dialog semacam yang dilakukan Pak Jokowi. Dialog mestinya dihadiri wakil-wakil Papua yang representatif, termasuk kelompok perlawanan. Diajak ngomong. Kalau mau, sekalian dicari solusi yang sifatnya jangka panjang,” jelasnya.

Haris menambahkan bahwa dialog tidak bisa hanya dengan pendekatan kesejahteraan atau pendekatan pembangunan ekonomi. Tapi harus berdasarkan pendekatan politik.

“Juga tidak cukup dengan pendekatan keamanan, misalnya dengan mengirim sebanyak-banyaknya tentara atau Brimob ke Papua, sampai kapan juga enggak akan selesai masalahnya,” terang Haris.

Belakangan, Haris menambahkan, bahwa ada dugaan kuat terkait tindak diskriminasi, persekusi, dan rasisme terhadap golongan minoritas agama dan etnik. Oligarki partai politik juga kian terjadi dimana-mana.

“Yang saat ini berada di ujung tanduk bukan KPK, justru demokrasi kita,” tukasnya. (Hr-www.harianindo.com)