Jakarta – Banyaknya pos anggaran yang tidak lazim dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta mendapat sorotan dari banyak pihak. Koordinator Center Of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi memandang bahwa kejanggalan tersebut merupakan bukti bahwa birokrasi Pemprov DKI lalai dalam mengawasi aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja asal-asalan.

“Ini adalah kesalahan pihak birokrat yang menyusun anggaran. Misalnya Dinas Pendidikan yang mendapat alokasi anggaran 20 persen dari APBD. Karena malas, mereka hanya melakukan copy-paste dari mata anggaran tahun lalu. Tidak membuat program prioritas untuk dinas tersebut,” ujar Uchok.

Meskipun ASN memiliki program baru, namun dalam memasukkan mata anggaran justru sembarangan. Sebenarnya, kata Ucok, apabila Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) melakukan tugasnya dengan baik maka masalah tersebut bisa diselesaikan.

Tercantum dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2019 tentang TGUPP bahwa lembaga tersebut memiliki tugas untuk membantu gubernur untuk melaksanakan pemantauan proses perencanaan dan penganggaran oleh perangkat daerah.

Dengan kata lain, TGUPP sebenarnya berwenang untuk meminta informasi dari perangkat daerah. Dalam kasus ini, pos-pos anggaran yang diajukan seharusnya disisir terlebih dahulu oleh TGUPP sebelum dikirim ke DPRD.

“Jadi TGUPP ini tidak bekerja. Harusnya mereka yang bertugas menyisir anggaran. Apalagi Pak Anies kan tidak begitu paham soal budgeting,” ucap Uchok.

Hal tersebut menurut Uchok sangat berbeda jika dibandingkan dengan era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kala menjabat sebagai Gubernur DKI. Pada saat itu, semua kepala dinas harus memaparkan anggaran berdasarkan kebutuhan dinasnya masing-masing di hadapan Ahok. Cara tersebut justru efektif dalam memberantas anggaran siluman. (Elhas-www.harianindo.com)