Home > Ragam Berita > Nasional > Mengapa Peringatan Dini Tsunami Pasca Gempa Dicabut? Ini Penjelasan BMKG

Mengapa Peringatan Dini Tsunami Pasca Gempa Dicabut? Ini Penjelasan BMKG

Jakarta – Terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, yang memakan korban hingga ratusan jiwa kemudian menimbulkan pertanyaan di masyarakat soal pencabutan peringatan dini tsunami yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sesaat setelah gempa yang mengguncang Donggala, pada Jumat (28/9/2018) sore WIB.

Mengapa Peringatan Dini Tsunami Pasca Gempa Dicabut? Ini Penjelasan BMKG

Menurut keterangan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, pencabutan peringatan dini tsunami sudah sesuai prosedur.

“Peringatan dini diakhiri ketika air yang masuk ke darat surut, bukan kita mengakhiri ketika air di laut surut,” kata Rahmat, dalam konferensi pers pada Jumat (28/9/2018) lalu.

Pengakhiran peringatan dini tsunami diambil berdasarkan hasil pengamatan di wilayah Mamuju, di mana tsunami hanya setinggi 0,5 meter pasca gempa berkekuatan 7,4 SR pada Jumat (28/9/2018) pukul 17.02 WIB.

“Kenapa kami mengakhiri? Karena data tides gauge (hasil pengamatan di lapangan) tidak signifikan. Hanya 6 cm,” kata Rahmat.

“Selain itu kalau kelamaan nanti siapa yang melakukan pertolongan. Nanti kalau kami tidak segera mengakhiri tidak ada penyelamatan di sana karena masih rentang waktu warning,” tambahnya.

Namun demikian, BMKG mengakui tsunami di Palu luput dari perhitungan karena minimnya peralatan sehingga tidak ada data yang bisa diandalkan di wilayah Palu.

“Di Palu tidak ada alatnya, tidak ada tides gauge,” ungkap Rahmat, Minggu (30/9/2018).

“Tides gauge itu yang mengoperasionalkan itu Badan Informasi Geospasial (BIG). Untuk mengakhiri warning SOP-nya memang salah satunya ada data observasi dari tides gauge yang diberikan oleh BIG,” lanjutnya.

Sedangkan menurut peneliti tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari, karakteristik lepas pantai Palu yang berupa teluk bisa mengamplifikasi gelombang tsunami yang datang.

Abdul kemudian mencontohkan apa yang terjadi di Teluk Jayapura ketika mendapatkan ‘kiriman’ saat terjadi tsunami di Jepang pada 2011 lalu.

“Berdasarkan penelitian kami sebelumnya, saat tsunami kiriman Jepang tahun 2011, tinggi tsunami di mulut Teluk Jayapura hanya 60 cm, namun landaan tsunami di pesisir di dalam teluk menjadi 3,8 meter,” kata Abdul Muhari.
(samsul arifin – www.harianindo.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Sempat Percaya Cerita Ratna Sarumpaet, Prabowo Minta Maaf

Sempat Percaya Cerita Ratna Sarumpaet, Prabowo Minta Maaf

Jakarta – Ketua Umun Gerindra yang juga calon presiden dengan nomor urut 02, Prabowo Subianto, ...


Warning: A non-numeric value encountered in /srv/users/serverpilot/apps/harianindo/public/wp-content/plugins/mashshare-sharebar/includes/template-functions.php on line 135