Jakarta – Unjuk rasa menuntut penanganan kasus dugaan penistaan agama pada 4 November 2016 silam membawa dampak besar. Akibat aksi tersebut, iklim investasi di Tanah Air dikabarkan sempat terganggu.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan nilai investasi sebesar US$583 juta, setara Rp 7,8 triliun tertunda. Jumlah tersebut diambil dari nilai investasi di empat provinsi di Pulau Jawa.
” Provinsi Jawa Timur, USD 182 juta (setara Rp 2,4 triliun), Jawa Tengah USD 73 juta (setara Rp 989 miliar), Jawa Barat USD 217 juta (setara Rp2,9 triliun), Banten USD 111 juta (setara Rp 1,503 triliun),” kata pengamat ekonomi Tito Rizal, dalam diskusi Dampak Ekonomi Demonstrasi 411, di Warung Daun, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2016).
Tito berpendapat, para investor sedang menunggu kepastian hukum kasus yang menimpa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama. Sebab, iklim politik dan keamanan yang damai menjadi salah satu butir penting acuan investasi.
Selain investasi yang tertunda, iklim demokrasi yang riuh turut mendorong dampak negatif pada pasar. Tito berasumsi transaksi sebesar Rp4 triliun batal terjadi.
” Asumsinya, sebanyak 25 ribu toko tutup pada saat demo berlangsung,” ucap Tito.
Demonstrasi 4 November, kata Tito, juga membuat kerugian signifikan pada distribusi barang. Dia berasumsi distribusi barang yang seharusnya mampu meraup angka sebesar Rp1,4 triliun tidak terjadi.
” Negara dalam kondisi ini juga terdampak, karena pergeseran pasukan butuh biaya. Biaya pergeseran pasukan dalam lingkup Jabodetabek saja tercatat mencapai Rp150 miliar,” ucap dia.
Baca juga: Demo 2 Desember, Ketua API : “100 Ribu Pengusaha Keluar Dari Jakarta”
Demi tidak berlarut-larutnya unjuk rasa ini, Tito menyarankan pemerintah segera menangani kasus hukum Ahok. Jika tidak, ancaman ekonomi yang mirip 1998 dapat terjadi. (Yayan – www.harianindo.com)