Jakarta –
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil Otoritas Layanan Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (IDX), dan Asosiasi Penerbit Indonesia (AEI) untuk membahas batas -batas saham atau kendaraan hias gratis pada penawaran umum perdana (IPO).
Kepala eksekutif pengawas pasar modal, keuangan turunan, dan pertukaran karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa saat ini ada batas float bebas sebesar 7,5% dengan total 907 perusahaan yang dicatat dan 47 lainnya berada di bawah ketentuan float float gratis.
Kata Inarno, semakin tinggi ketentuan float float, semakin banyak penerbit tidak akan memenuhi ketentuan. Jika ketentuan dinaikkan menjadi 10%, hanya ada 764 penerbit yang memenuhi ketentuan dan sebagainya.
Sedangkan untuk estimasi nilai float float, ada sebanyak Rp 13,42 triliun dana investasi yang harus diserap oleh pasar modal. Demikian juga, jika pelampung bebas dinaikkan menjadi 10%, nilai yang harus diserap oleh pasar adalah Rp 36,64 triliun.
Baca juga: Goto mendapat kredit RP. 4.65 t
|
“Jadi saya ingin mengatakan bahwa inilah yang benar -benar perlu kita diskusikan, artinya kita harus berdiskusi. Itu adalah untuk mengumpulkan 10% (float bebas) yang merupakan pasar yang harus atau nilai float bebas yang harus diserap oleh pasar sebesar 10% adalah Rp 36,64 triliun,” kata Inarno dalam pertemuan dengan House of Representatives Commission Xi RI, dikutip dari YouTube Parlamen, TV YouTube, Kamis.
Ke depan, OJK akan mengubah float bebas IPO berdasarkan nilai kapitalisasi pasar calon penerbit. Saat ini, ketentuan IPO float bebas diputuskan berdasarkan ekuitas calon penerbit.
Jika ekuitas calon penerbit adalah RP, skema ini juga akan digunakan jika ketentuan float bebas didasarkan pada kapitalisasi pasar.
“Nanti kita akan mengubahnya menjadi bukan dari nilai ekuitas tetapi dari kapitalisasi pasar. Itu jika lebih kecil dari Rp. 5 triliun, sekitar 20% antara Rp. 5 triliun dan Rp. 50 triliun adalah 15% dan lebih besar dari Rp. 50 triliun adalah 10%.
Pada kesempatan yang sama, ketua Dewan Komisaris OJK, Mahendra Siregar, mengatakan bahwa perubahan ini penting untuk melibatkan para pemangku kepentingan pasar modal. Karena, OJK ingin melihat jumlah saham mengambang lebih banyak di pasar ketika ada IPO.
“Di satu sisi kami ingin melihat lebih banyak saham mengambang, tetapi di sisi lain jika kami tidak memperkuat permintaan, permintaan untuk apa yang akan kami daftar IPO, maka jika tidak dijual akhirnya IPO tidak akan terjadi. Jika kami menyiarkan tinggi, ia tidak akan diserap oleh pasar, itu tidak berfungsi.
Oleh karena itu, Mahendra meminta Parlemen Indonesia untuk menerima waktu untuk membahas ketentuan IPO float bebas ini dengan penyelenggara pasar modal, yaitu BEI dan AEI. Pada pertemuan tersebut, OJK dan IDX akan menjelaskan hasil persiapan ketentuan float gratis yang baru.
“Kami akan menyampaikan kemungkinan yang terbaik. Karena kami juga memahami perspektif otoritas pajak yang melihatnya ‘ah ini telah diberikan, tetapi bahkan menanyakan sesuatu yang pada gilirannya menguntungkan dalam hal penerbit itu sendiri’,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Dewan Perwakilan Rakyat XI, Mukhamad Misbakhun, menyetujui proposal tersebut. Pada agenda diskusi berikutnya, Parlemen akan melibatkan IDX dan AEI untuk membahas ketentuan pelampung bebas IPO dan obligasi.
“OJK disampaikan kepada Komisi XI tentang hasil persiapan IPO float bebas awal dan kewajiban berkelanjutan yang melayang bebas untuk kelanjutan yang sedang dibahas bersama dalam pertemuan kerja OJK dengan Bursa Efek Indonesia dan Asosiasi Penerbit Indonesia. Dengan otoritas atau lembaga yang memiliki wewenang,” kata Misbakhun.
Juga tonton video Yudhi Sadewa, hubungi Jokowi untuk memperkuat peran LPS: Kami disamakan dengan OJK
(Gambas: Video 20Detik)
(ACD/ACD)