Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin melontarkan pertanyaan terkait dengan hak dari Indonesia Corruption Watch, yang menekankan pencabutan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) untuk Presiden Jokowi.

“Kalau ICW punya lembaga itu (BHACA) boleh, berhak. Kalau dia tidak punya hubungan apa-apa dengan lembaga itu, apa urusannya, apa masalahnya, memang ICW itu apa?” ujar Ngabalin, Selasa (08/10/2019).

Ngabalin merasa tak habis pikir dengan pernyataan yang dinyatakan oleh penelitia ICW Kurnia Ramadhana yang memberikan saran agar perhargaan Jokowi tersebut segera dicabut.

Jokowi, kata dia, tak pernah mencari muka hanya untuk mendapatkan perhargaan semata. Namun, lembaga yang bersangkutan justru memberikan penghargaan tersebut kepada Jokowi.

“Memang Jokowi yang pergi cari-cari muka untuk minta diberikan penghargaan dengan antikorupsi itu,” tutur dia.

“Kenapa ICW yang justru yang minta dicabut. Usulkan saja ke lembaganya, usulkan minta cabut itu penghargaan. Memang ICW itu apa? LSM jatuh dari langit? sehingga ngomong seenak perut saja,” cecarnya.

Sebelumnya, Kurnia Ramadhana dalam diskusi media yang diselenggarakan pada Minggu (06/10/2019) di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, melontarkan saran terhadap Koalisi Save KPK untuk segera menanggih janji-janji anti-korupsi Jokowi.

Pasalnya, ketika masih menduduki jabatan sebagai Wali Kota Solo dulu, Jokowi pernah dianugerahi Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA).

Namun, hingga saat ini tekanan dari masyarkat agar Jokowi segera menerbitkan Perpu terkait dengan UU KPK belum juga menuai hasil yang sesuai diharapkan masyarkat.

“Presiden Jokowi pernah menerima Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) pada 2010, saat menjabat Wali Kota Solo. Kini kita tagih komitmen anti-korupsi itu dengan penerbitan Perppu KPK. Jika tidak, mungkin perlu dipertimbangkan untuk mencabut penghargaan tersebut,” jelas Kurnia.

UU KPK yang baru disahkan DPR pada 17 September 2019 lalu dinilai banyak mengamndung pasal-pasal yang justru diindiaksi melakukan pelemahan terhadap KPK secara institusional.

Untuk itu, lebih dari 70 persen masyarakat, menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), meminta Jokowi dengan segera untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).

Pada Kamis (26/09/2019) lalu, Jokowi menyatakan akan mengambil pertimbangan untuk menerbitkan Perpu guna melakukan pembatalan terhadap UU KPK hasil revisi.

“Banyak sekali masukkan yang diberikan kepada kami, utamanya memang masukan itu berupa penerbitan perppu. Tentu saja, ini akan kami segera hitung, kalkulasi,” jelas Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. (Hr-www.harianindo.com)