Kendari – Komnas HAM mensinyalir adanya dugaan pelanggaran HAM terkait dengan kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) pasca aksi demo yang berujung dengan kericuhan demo ricuh di Kendari. Komnas HAM saat ini masih berupaya untuk menghimpun informasi terkait dengan peristiwa naas tersebut.

“Sekarang ini kita masih menduga adanya pelanggaran HAM karena tadi memang ada korban bukan hanya yang meninggal tapi yang luka-luka juga korban,” ungkap Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM, Gatot Ristanto, Rabu (09/10/2019).

Gatot mengungkapkan bahw Komnas HAM akan segera menjalin komunikasi dengan pihak Polri guna mengkonfirmasi dan mempertanyakan sejumlah hal yang berhubungan dengan kematian dua mahasiswa tersebut.

“Pertama, penegakan hukumnya berjalan, bisa dipastikan bahwa peluru yang keluar identik dengan senjata aparat tentunya bisa mengarah kepada indikasi itu (pelanggaran HAM) yang sekarang ini kita masih menduga,” ucapnya.

“Kami masih melihat sebagai dugaan karena informasi ini masih harus kita lengkapi dan kami juga akan konfirmasi ke Mabes Polri,” sambungnya.

Sejauh ini, menurut Gatot, baru didapati adanya pelanggaran SOP dalam proses penangan terkait dengan aksi demonstrasi yang terjadi di Kendari. Gatot menyatakan bahwa setiap personel yang bertugas untuk mengamankan aksi sudah diperintahkan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk tidak membawa damn menggunakan senjata api.

“Kita lihat adalah pelanggaran terhadap SOP yang semestinya sudah diperintahkan, bahkan Kapolri sendiri sudah memerintah tidak boleh membawa senjata api,” pungkasnya.

Gatot juga sudah menjalin komunikasi dengan Polda Sultra terkait dengan enam polisi yang membawa senpi untuk melakukan pengamanan saat demo. Menurut Gatot, keenam orang yang sudah diperiksa tersebut masuk dalam sprin (surat perintah) pengamanan aksi unjuk rasa di DPRD Sultra pada 26 September lalu.

“Iya masuk sprin,” jelasnya.

Namun Gatot tidak menjelaskan secara detail apa tugas dari keenam polisi tersebut.

“Sebetulnya kalau berdasarkan surat perintah enam orang itu mereka bertugas untuk mengamankan demo,” katanya.

Seperti diketahui, enam polisi yang membawa senpi saat pengamanan demo di DPRD Sultra yang berakhir ricuh sudah dilakukan pemecatan.

“Iya (dibebastugaskan) karena keenam personel Polri tersebut menjadi terperiksa karena tidak mengikuti atau melanggar SOP pengamanan unras,” jelas Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt saat dihubungi wartawan, Senin (07/10).

“Hasil pemeriksaan kita keenam (polisi) itu bawa senjata api laras pendek. Jenisnya S&W, HS, MAG,” terang Kepala Biro Provost Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Hendro Pandowo, Kamis (3/10). (Hr-www.harianindo.com)