Jakarta –
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) membukukan kinerja keuangan yang lesu hingga kuartal III-2025. Hal ini tercermin dari laporan keuangannya yang berbalik arah dari laba menjadi rugi.
Mengutip laporan keuangan laman Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Amman mencatatkan kerugian hingga US$ 178,53 atau sekitar Rp. 2,96 triliun (asumsi nilai tukar Rp 16.635). Posisi tersebut berbanding terbalik dengan posisi periode yang sama tahun lalu, di mana Amman membukukan laba bersih jumbo sebesar US$ 717,11 juta atau sekitar Rp. 11,93 triliun.
Dari sisi penjualan bersih, Amman juga turun drastis 78,1% menjadi US$ 545,33 juta atau sekitar Rp. 9,07 triliun. Pada periode sebelumnya, penjualan bersih Amman mineral diketahui sebesar US$ 2,49 miliar atau Rp. 41,50 triliun.
Per 30 September 2025, total utang Amman mencapai US$ 6,26 miliar atau meningkat 46% dibandingkan posisi Desember 2024. Total aset perseroan tercatat US$ 12,81 miliar per September 2025.
|
Baca juga: Amman Mineral Bisa Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Selama 6 Bulan
|
Direktur Utama AMMN Arief Sidarto mengatakan, sejumlah kendala dialami perseroan, seperti kendala peningkatan kapasitas smelter dan larangan ekspor konsentrat sejak awal tahun 2025. Meski demikian, pihaknya mengaku terus membangun komunikasi dengan pemerintah untuk mengajukan izin ekspor konsentrat yang ditargetkan bisa diperoleh pada kuartal keempat mendatang.
“Perusahaan saat ini sedang mengajukan izin ekspor konsentrat dan setelah izin tersebut diperoleh, AMMN akan dapat menjual produk konsentrat maupun produk logam jadi,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari Keterbukaan Informasi BEI, Kamis (30/10/2025).
Arief menjelaskan, volume material yang ditambang Amman hingga kuartal III 2025 mengalami penurunan sebesar 6% secara tahunan. Menurut dia, penurunan tersebut merupakan hal yang wajar mengingat volume material yang ditambang pada tahun 2024 akan mencapai level tertinggi yang diklaim sebagai salah satu pencapaian terbesar sepanjang umur tambang Batu Hijau.
Hingga kuartal ketiga tahun 2025, penambangan di Amman akan fokus pada pengupasan lapisan penutup dan penambangan bagian terluar Fase 8 yang mengandung bijih berkadar rendah hingga menengah. Akibatnya, volume bijih segar turun secara tahunan meski cenderung meningkat signifikan dari kuartal ke kuartal, yaitu dari 5 juta ton di Q2 menjadi 14 juta ton di Q3.
Sedangkan produksi konsentrat hingga September 2025 tercatat sebesar 310.143 metrik ton kering atau turun 51%. Produksi tembaga dan emas masing-masing mencapai 145 juta pon dan 75,621 ons, atau turun masing-masing 57% dan 89% secara tahunan.
“Penurunan ini sudah diperkirakan sebelumnya, karena bijih yang diolah berasal dari timbunan dan bijih segar kadar rendah dari Tahap 8. Kegiatan penambangan tetap berjalan sesuai rencana untuk mencapai target produksi pada tahun 2025,” imbuhnya.
Sementara produksi katoda tembaga sejak akhir Maret 2025 tercatat sebesar 41.052 ton atau sekitar 91 juta pon katoda tembaga hingga kuartal III. Sedangkan produksi emas murni dari PMR dimulai pada pertengahan Juli 2025 dengan produksi sebesar 44.792 ons.
Arief menambahkan, sejak awal tahun 2025 Amman Mineral hanya diperbolehkan menjual produk logam jadi termasuk katoda tembaga dan emas murni, bukan dalam bentuk konsentrat seperti tahun 2024. Peralihan ini menyebabkan penurunan penjualan bersih menjadi US$ 545 juta hingga kuartal III tahun 2025.
“Dari jumlah tersebut, penjualan katoda tembaga menyumbang sekitar US$ 389 juta sejak Q2. Sedangkan penjualan emas murni yang dimulai pada Q3 memberikan kontribusi sekitar US$ 155 juta. Sisanya US$ 1 juta berasal dari penyesuaian harga akhir dan volume penjualan konsentrat pada tahun 2024,” tutupnya.
Saksikan juga video “Jokowi Resmikan Pabrik Peleburan Tembaga PT Amman di NTB Senilai Rp 21 T” di sini:
(Gambas: video 20 detik)
(acd/acd)

