Jakarta – Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto akan sulit untuk disandingkan sebagai pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
Hal itu diungkapkan oleh pengamat komunikasi politik Ari Junaedi. Pengajar di Universitas Indonesia ini mendasari pandangannya berdasarkan sejumlah fakta yang mengemuka. Misalnya, terkait kekuatan partai politik yang berada di belakang keduanya selama ini.
“Dilihat dari fatsun politik yang dianut Prabowo dengan Jokowi atau Gerindra dengan PDIP, atau katakanlah partai-partai pendukungnya, Gerindra-PKS-PAN dengan PDIP-PKB-Nasdem-Hanura-Golkar, akan sangat diametral,” kata Ari seperti yang dilansir dari JPNN, Senin (19/02/2018).
Lebih lanjut Ari menjelaskan dengan sebuah ilustrasi. Menurutnya Prabowo selama ini cenderung dipersepsikan sebagian kalangan berada di kutub yang haus akan kekuasaan.
Baca juga : Gerindra Akan Mulai Mendeklarasikan ‘Prabowo for President’ dari Daerah ke Daerah
Sementara itu Jokowi berada di kutub yang ikhlas bekerja. Oleh karena itu, kecil peluang menyandingkan dua kutub tersebut dalam satu alur yang sama.
“Sangat mustahil juga Prabowo yang selalu pasang target untuk RI-1 tiba-tiba mau melorot di posisi cawapres,” jelasnya.
Meski begitu, Ari mengakui bahwa tidak ada yang menjadi tidak mungkin dalam hal politik. Pasalnya menurutnya semua hal dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diduga-duga.
“Andai Prabowo bersedia menjadi cawapresnya Jokowi, tentu dengan ego politiknya yang besar, akan meminta konsesi cukup besar,” tuturnya.
(Muspri-www.harianindo.com)