Jakarta – Setelah mengetahui bahwa artikel ilmiahnya digunakan sebagai dasar argumen tim pendukung Prabowo-Sandi, Tom Power mulai angkat bicara.

Kandidat doktor Australian National University tersebut mengklarifikasi bahwa artikel yang dipublikasikan di jurnal ‘BIES 2018’ itu tidak menjelaskan mengenai kecurangan Pemilu 2019 karena artikel tersebut ditulis 6 bulan sebelum pemilu.

Pun artikel tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk mendukung pandangan politik Prabowo.

“Mereka menggunakan artikel ini dalam konteks yang tidak lengkap,” papar Tom.

Meskipun artikel tersebut bertujuan untuk menunjukkan sejumlah indikator antidemokrasi di era Jokowi, ia menambahkan bahwa tidak ada kalimat yang menyimpulkan Jokowi memerintah dengan cara otoriter.

“Saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden,” ujar Tom dalam argumennya.

Baca Juga: Link Berita dan Youtube Masih Jadi Andalan Kubu Prabowo dalam Perbaikan Gugatan ke MK

Sebelumnya, tim hukum Prabowo-Sandiaga mengutip makalah Tom dalam lembar gugatan Pilpres 2019. Berdasarkan interpretasi Bambang Widjojanto (BW), Tom Power membahas bagaimana hukum menjadi alat Jokowi dalam melemahkan lawan politiknya. Serta BW menyimpulkan kemunculan dwifungsi militer baru.

“Mengenai karakteristik pemerintahan Jokowi mirip Orde Baru sekaligus menjelaskan bagaimana modus kecurangan pemilu di era otoritarian tersebut juga dilakukan oleh paslon 01 yang juga presiden petahana Jokowi, yaitu strategi pengerahan ‘ABG’, yang di era Orde Baru adalah poros ABRI-Birokrasi-Golkar. Modus ini di era pemerintahan Jokowi bereinkarnasi menjadi tiga poros pemenangan, yaitu Aparat-Birokrasi-BUMN-Partai Koalisi,” tulis BW. (Elhas-www.harianindo.com)