Damaskus – Perang melawan terorisme yang hingga kini masih digaungkan rupanya menyisakan banyak orang menjadi korban. Tak hanya korban nyawa, mereka-mereka yang masih hidup terpaksa menjadi pengungsi perang lantaran rumah mereka yang hancur lebur. Hingga kini, para pengungsi tersebut tinggal di sejumlah kamp-kamp pengungsian. Salah satunya adalah kamp pengungsian Al-Hawl di Suriah.

Tak hanya menampung warga sipil Suriah dan Irak, kamp Al-Hawl juga dijadikan sebagai tempat untuk menampung para milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang ditahan oleh Syrian Democratic Forces (SDF) beserta keluarga-keluarga mereka. Diantaranya, terdapat sekitar 200 warga negara Indonesia yang merupakan keluarga dari kelompok ISIS.

“Ayah saya dibawa ke penjara oleh tentara (SDF),” ujar Windy Aulia Alwi, salah seorang pengungsi berusia 17 tahun. SDF yang mengelola kamp Al-Hawl merupakan sayap militer Otoritas Kurdistan Suriah.

Pada awal Maret, Windy bersama ibunya, Rahmawati, digelandang oleh pasukan SDF setelah ISIS berhasil dikalahkan di Desa Baghouz. Para perempuan dan anak-anak dimasukkan ke lokasi pengungsian sementara para pria milisi ISIS dijebloskan ke bui. Muhamad Ali, ayah Windy, adalah salah satu milisi asal Indonesia yang turut dipenjarakan.

Awal mula Windy dan keluarganya terlibat ISIS terjadi pada tahun 2016. Muhamad Ali mengajak Windy bersama keluarganya untuk pindah ke Suriah. Ia terbujuk iming-iming propaganda ISIS.

“Abi (ayah) bilang ini ada negara Islam, aku pikir jalan-jalan dan happy-happy saja,” ucap Windy.

Namun propaganda tak semanis kenyataan. Bertahun-tahun kemudian Windy terjebak di Suriah, di tengah-tengah perang yang berkecamuk tiada henti. Kini, ia hanya bisa berharap untuk dapat kembali pulang ke Jakarta bersama keluarga.

“Pingin segera kumpul, tidak enak hidup di sini,” harapnya.

Baca Juga: Malaysia Berhasil Ciduk WNI yang Terduga Anggota ISIS

Tak hanya Windy, Halimatun Sadiyah pun juga menaruh harapan pada pemerintah Indonesia. Terlebih setelah muncul kabar adanya 30 WNI yang dipulangkan.

“Tapi tidak pernah jelas, di sini sudah berharap untuk pulang,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Luar Negeri Otoritas Kurdistan Suriah, Abdulkarim Omar, mengatakan bahwa pihaknya bersedia untuk memulangkan para WNI di pengungsian tersebut.

“Kami sangat siap menyerahkan wanita dan anak-anak ke negara asal mereka,” katanya.

Terlebih, menurut Omar, pihaknya sempat berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam rangka pengembalian 18 WNI di Raqqah. Namun, sejak saat itu, sudah dua tahun tak ada lagi komunikasi di antara dua lembaga tersebut. (Elhas-www.harianindo.com)