Jakarta – Destry Damayanti, selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia menyatakan bahwa rupiah terkena dampak dari perang mata uang dolar-yuan. Kondisi ini terjadi setelah tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina kembali menguat.

“Ini kan kita merasakan (nilai tukar) rupiah bergerak di range Rp 14.100, kemudian 14.200. Dan kita enggak sendirian karena semua negara mengalami hal yang sama,” kata Destry

DPR telah sepakat mengenai perubahan asumsi makro APBN 2019 di antaranya terkait nilai tukar rupiah. Kurs rupiah sebelumnya diusulkan 14.500 per dolar AS, namun belakangan diubah menjadi 15.000 per dolar AS.

Menurut Destry perang dagang antara yang terjadi antara Amerika Serikat dan mitra dagang utamanya, Cina, sebelumnya telah mendorong depresiasi yuan. Kondisi ini membuat mata uang lain ikut melemah.

“Ekonomi domestik kita so far oke, terjaga. Kita masih ada pertumbuhan, inflasi kita juga terjaga,” ujarnya. Inflasi diprediksi masih akan aman pada level 2-4 persen, bahkan sampai 2020.

Bank Indonesia berusaha melonggarkan kebijakan moneter. Sepanjang Juli hingga Agustus lalu, Bank Indonesia telah menurunkan dua kali suku bunga. (NRY-www.harianindo.com)