Revisi UU KPK Dinilai Tak Mempan Atasi Penyalahgunaan PenyadapanJakarta – Direktur Eksekutif dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W Eddyono, mempertanyakan keputusan DPR untuk merevisi aturan wewenang penyadapan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Supriyadi, wewenang penyadapan semacam itu juga dimiliki oleh instansi lain di Indonesia, seperti Polri, Kejaksaan, serta Badan Intelijen Negara (BIN).

Dalam siaran pers yang diterima oleh Harian Indo (Sabtu, 27/6/2015), Supriyadi mengatakan bahwa aturan wewenang penyadapan yang dimiliki oleh Polri, Kejaksaan, dan BIN tersebut juga sangat minim. Oleh karena itu, mengapa hanya UU KPK saja yang harus direvisi.

Menurut Supriyadi, jika DPR berniat untuk merevisi mekanisme penyadapan dalam penegakan hukum, maka seharusnya DPR harus melakukan revisi terhadap seluruh perundangan yang mengatur tentang penyadapan tersebut, dan merancang sebuah standar kontrol yang sama di setiap instansi yang memegang wewenang penyadapan tadi, baik itu KPK, Polri, Kejaksaan, dan BIN. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menciptakan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan.

Pihak ICJR sendiri telah merekomendasikan agar DPR melakukan inventarisasi terhadap seluruh aturan yang terkait dengan penyadapan, lalu merancang satu undang-undang yang khusus membahas tentang isu tersebut. Tujuannya adalah agar peraturan wewenang penyadapan, yang selama ini berbeda-beda di tiap instansi penegak hukum, bisa segera terselesaikan.

Supriyadi pun menyimpulkan bahwa langkah DPR untuk merevisi UU KPK tidak akan menyelesaikan masalah pengaturan wewenang penyadapan di Indonesia. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)