Jakarta – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Nonmuslim sedang menjadi pokok bahasan hangat beberapa hari ini khususnya setelah adanya aksi ‘sweeping’ dari ormas Front Pembela Islam (FPI) di Surabaya ke beberapa mall pada Minggu (18/12/2016).
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid, MUI merupakan organisasi pemerintah sehingga fatwanya tidak mengikat dan bukan merupakan hukum positif.
“Yang harus diingat, MUI itu organisasi nonpemerintah sebagaimana NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan lain-lain, bukan lembaga pemerintah. Jadi fatwanya tidak menjadi hukum positif,” kata Alissa, Senin (19/12/2016).
Bahkan menurut putri sulung Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini, fatwa MUI boleh diikuti dan juga boleh untuk tidak diikuti.
“Saya pernah membaca KH Sahal Mahfud menyampaikan fatwa MUI tidak mengikat seluruh umat Islam di Indonesia. Boleh diikuti oleh yang ingin mengikuti,” ujar Alissa.
Karena itu, Allisa menyayangkan tindakan FPI di Surabaya dengan mendatangi beberapa mall untuk menyampaikan fatwa ini hari Minggu lalu.
“Tindakan FPI mendatangi perusahaan dan mal-mal itu tindakan yang kurang bijaksana. Wong fatwa MUI bukan hukum positif, ya tidak bisa memaksakan kehendak kepada pihak yang berpendapat berbeda,” ujar Alissa.
“Aparat penegak hukum dalam hal ini polisi, perlu tegas. Saya menyayangkan tindakan polisi Surabaya yang mengawal aksi FPI. Dan saya sangat mengapresiasi sikap Kapolri (Jenderal Tito Karnavian-red) yang tegas menyatakan fatwa MUI bukan hukum positif. Ini kemajuan besar dibandingkan sikap kepolisian sebelum-sebelumnya,” sambungnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)