Jakarta – Selain foto taruna Akademi TNI, Enzo Zenz Allie, di media sosial juga ramai beredar tangkapan layar ibu Enzo, Siti Hadiati Nahriah. Warganet menganggap bahwa ibu Enzo kerap menghina Presiden Jokowi.

Tangkapan layar dalam akun Hadiati Basjuni Allie beredar di media sosial. Netizen juga menilai bahwa posting-an ibu Enzo berisi fitnah kepada pemerintah dan berbau dukungan terhadap organisasi yang dilarang di Indonesia, HTI.

Terkait hal ini, Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi menyatakan investigasi dilakukan tidak hanya kepada seorang taruna. TNI juga menelusuri lingkungan taruna–termasuk keluarga–untuk menjaminkan bahwa para calon perwira yang direkrut bukan orang yang bersebrangan dengan Pancasila.

“Karena konsepnya bersih diri dan bersih lingkungan dari ideologi non-Pancasila. Bersih diri itu yang bersangkutan, bersih lingkungan itu keluarga, bisa adik, orang tua, saudara. Kan bisa jadi terpengaruh juga dari lingkungan,” kata Sisriadi saat dihubungi, Rabu (07/08/2019).

Sisriadi menyatakan bahwa TNI juga melakukan penelusuran digital lewat alat yang dipunya. Hal dapat dilakukan sejalan dengan perkembangan zaman.

“Itu (akun ibu Enzo) kita juga lakukan penelusuran elektronik. Intinya kita terus lakukan pemantauan. Karena sekarang teknologi sudah canggih, kita punya teknologi juga untuk menelusuri, itu yang kita sebut intelligent technology, intelligent signal, intelligent geospacial. Kita tetap lakukan itu,” ungkapnya.

Dia menjaminkan bahwa TNI melakukan screening secara berlapis-lapis. Dia menyatakan bahwa jika ditemukan hal yang membuktikan seorang taruna memiliki paham radikal, maka TNI akan langsung menggagalakan proses seleksinya.

“Dalam penilaian kita ada MS, memenuhi syarat. TMS, tidak memenuhi syarat. Kalau dia TMS dari hasil pendalaman selama 4 tahun, dia akan dicoret. Intinya kita tidak ingin kecolongan lah. Ada sistemnya. Contohnya, teman saya sudah tingkat 3, ada yang dipecat karena radikal kiri. Keluarganya begini-begini. Nggak ada ba-bi-bu, nggak pake pengadilan, langsung copot,” tuturnya.

“Tujuan utamanya, TNI tak mau kemasukan prajurit atau pemimpin yang anti-Pancasilais. Tidak Pancasilais itu radikal kanan, radikal kiri, radikal lainnya contohnya ultra liberalis. Itu juga kita cegah masuk TNI,” lanjut Sisriadi.

Viralnya foto ibu Enzo terjadi bersamaan dengan viral foto diduga Enzo yang sedang membawa bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid. Terkait foto tersebut, warganet banyak mengungkapakan rasa khawatir TNI akan disusupi pihak pro-radikal. Sisriadi angkat bicara terkait dengan fenomena netizen ini sebagai bentuk cinta masyarakat kepada TNI.

Namun, Sisriadi menyatakan dengan tegas proses penjaringan di TNI dilakukan secara berkelanjutan. Penjaringan tidak hanya dilakukan kepada taruna yang masih mengikuti akademi. Sisriadi menyatakan bahwa penjaringan dilakukan terus ketika seseorang sudah menjadi TNI aktif.

“Namun demikian, sistem penjaringan kita, salah satu di antaranya dan itu sangat penting adalah penelusuran mental ideologi, itu salah satu materi seleksi TNI. Itu sangat ketat,” ujarnya.

Sementara, Kepala Sekolah Ponpes Al Bayan, Deden Ramdhani, berdalih dengan tegas bahwa blasteran Prancis itu anggota HTI. Deden menyatakan bahwa pesantren yang diasuhnya juga bercorak ahlussunnah wal jamaah (aswaja) serta menyatakan setia kepada NKRI.

“Sebagai lembaga tentu pemahaman kami ahlussunnah wal jamaah dan NKRI harga mati,” kata Deden Ramdhani saat ditemui wartawan di Anyer, Serang, Banten, Rabu (07/08/2019).

Deden beranggapan bahwa santrinya tidak mungkin masuk Akmil jika punya keterkaitan dengan HTI. Sebab seleksi di TNI begitu ketat.

“Enzo sudah jelas Pancasilais dan cinta NKRI,” ujarnya. (Hr-www.harianindo.com)