Jakarta – Waketum Gerindra Fadli Zon buka suara terkait ditunjukanya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Fadli mengungkapkan paham dengan pandangan masyarakat yang masih meragukan kinerja Nadiem selaku Mendikbud.

Salah satu faktor utamanya adalah lantaran Nadiem masih belum memiliki pengalaman dalam dunia pendidikan. Sebab, pendidikan merupakan tiang kebangsaan dan harus mendapatkan posisi sebagai sektor yang penting dan strategis.

“Saya bisa memahami kenapa penunjukkan Saudara Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masih diwarnai tanda tanya hingga hari ini. Sebagai urusan vital, sangat pantas jika publik berharap bidang ini dipimpin oleh orang-orang tepat dan mumpuni. Masalahnya, Menteri Nadiem dianggap tak punya jejak di bidang pendidikan. Ia bukan berasal dari profesi pendidik, dan meskipun ia sukses di bidang lain, namun profesinya tak berkaitan langsung dengan bidang pendidikan,” ungkap Fadli dalam penjelasannya, Kamis (07/11/2019).

Fadli pun mengharapkan bahwa dengan dipilihnya Nadien menjadi Mendikbud bukan hanya sekedar usaha pemerintah untuk mencoba-coba saja. Sebab, menurut dia, selama ini pemerintah sering menjadikan sektor pendidikan sebagai ranah untuk pemerintah melakukan uji coba kebijakan. Sehingga, copot pasang kebijakan sering terjadi pada sektor ini.

Misalnya, tutur dia, pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Pada waktu itu, Gus Dur mengganti nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pernah menjadi Departemen Pendidikan Nasional, yang mana nomenklatur untuk kebudayaan ditiadakan. Sebagai penggantinya, ujar Fadli, urusan kebudayaan kemudian dimasukkan ke Departemen Pariwisata yang klaimnya sangat tidak tepat secara konsep.

“Kekeliruan konseptual tersebut baru dikoreksi pada periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), urusan kebudayaan dan pendidikan akhirnya kembali dipersatukan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” jelasnya.

“Sekali lagi, perubahan-perubahan itu dilakukan hampir tanpa kajian apapun. Sepertinya semua itu hanya dilakukan dengan prinsip asal beda saja. Terbukti, sesudah lima tahun berjalan, kebijakan itu akhirnya dikoreksi sendiri oleh pemerintahan yang sama. Dalam Kabinet Indonesia Maju, kita lihat, urusan pendidikan tinggi akhirnya dimasukkan kembali ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijakan asal beda yang miskin kajian semacam itu sebaiknya tidak terjadi lagi di masa kini. Pendidikan kita butuh konsep dan pemikiran yang matang, bukan eksperimen-eksperimen spekulatif. Kita berharap, penunjukkan Saudara Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bukanlah bagian dari prinsip coba-coba asal beda atau ganti menteri ganti kebijakan,” sambung Fadli.

Walaupun demikian, Fadli masih memiliki harapan yang besar terhadap Nadiem. Dia mengharapkan bahwa Nadiem bisa benar-benar paham dengan masalah yang sedang dihadapi di Kemendikbud.

Anggota DPR tersebut berharap bahwa Nadiem mampu membawa pendidikan Indonesia jauh lebih baik lagi. Menutur Fadli, kedepannya Nadiem akan menghadapi dua tantangan besar, yaitu konsep arah pendidikan nasional dan birokrasi.

“Saya pribadi, meski masih bertanya-tanya, sangat berharap Menteri Nadiem bisa segera memahami masalah yang dihadapi kementeriannya. Apalagi, ia mengaku akan mendengarkan terlebih dahulu para ahli pendidikan dan juga bawahan di kementeriannya sebelum mengambil kebijakan strategis di bidang pendidikan. Pernyataan itu saya kira patut diapresiasi. Sebagai wakil generasi milenial, kita mungkin perlu memberinya kesempatan,” terang dia.

“Sekali lagi, saya ingin mengingatkan Pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa pendidikan bukanlah tempat berjudi dan berspekulasi,” pungkas Fadli. (Hr-www.harianindo.com)