Manggarai Barat – Wacana kenaikan harga tiket masuk Pulau Komodo menjadi Rp 14 juta mendapat tentangan dari warga Desa Komodo. Menurut mereka, harga tiket yang menjulang tinggi tersebut berpotensi mematikan sumber pendapatan warga desa.

Desa Komodo terletak di kawasan Taman Nasional Komodo. Sebagian besar penduduk desa tersebut menggantungkan penghidupan mereka dari pariwisata di kawasan tersebut.

“Penduduk Desa Komodo menggantungkan hidup dari pariwisata. Kita ada yang jualan suvenir, menjadi guide, menyewakan kapal, menyediakan homestay dan lainnya,” kata Ardi, salah satu warga Desa Komodo, pada Selasa (08/10/2019).

“Sekarang kalau nantinya masuk Pulau Komodo seharga USD 1.000 atau setara Rp 14 juta, habislah kita. Pengunjung kabur semua,” sambungnya.

Dengan harga tiket masuk sebesar Rp 14 juta, maka minat para turis untuk mengunjungi Pulau Komodo akan berkurang. Hal tersebut juga berdampak pada penghasilan para penduduk Desa Komodo yang akan turun drastis.

“Sudah tentu akan seperti itu. Kalau Pulau Komodo sepi pengunjung, kita mau jualan pariwisata sama siapa?” ucap Ardi.

Salah satu yang mengungkapkan tentang wacana tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Rencananya, Pulau Komodo akan dibangun menjadi lokasi wisata eksklusif kelas premium.

“Pulau Komodo itu tidak ditutup, kita mau kelola dengan baik, (pulau) yang lain kita atur dan tata jadi wisata eksklusif. Yang penting Komodo kita atur terlindungi,” kata Luhut.

Untuk itu, pengelola diminta untuk menyediakan 50 ribu tiket membership premium yang dipatok USD 1.000 atau sekitar Rp 14 juta. Dari situlah, akan didapat dana sebesar USD 50 juta dolar untuk pengelolaan Pulau Komodo.

Kebijakan tersebut hanya akan diberlakukan di Pulau Komodo. Selain di kawasan tersebut, komodo juga bisa ditemui di Pulau Rinca. Akan tetapi, mata pencaharian penduduk Pulau Rinca yang mayoritas nelayan membuat warga Desa Komodo harus menyeberang pulau demi membuka usaha di sana.

“Kalau di Rinca, penduduknya lebih banyak hidup sebagai nelayan. Kalau kita dari Desa Komodo mau jualan di sana harus naik kapal artinya nanti harga barang naik lagi,” ungkap Ardi.

“Sepertinya kebijakan ini harus dikaji lagi. Perlu diingat, komodo selama ini habitatnya baik-baik saja, masyarakat di Desa Komodo tak pernah merusak alam, dan pihak taman nasional bekerja dengan baik menjaga keseimbangan alam,” pungkasnya. (Elhas-www.harianindo.com)