Jakarta – Ali Imron, terpidana seumur hidup kasus bom Bali 1, mengungkapkan jika apa yang dilakukan para teroris bom Kampung Melayu berbeda jauh dengan perjuangan kelompok Jemaah Islamiyah. Pelaku bom Kampung Melayu dikatakan Ali merupakan kelompok Jamaah Ansaru Daulah (JAD), sebuah organisasi yang memiliki afiliasi dengan ISIS.

Mantan Teroris Bom Bali : "Bagi ISIS, Siapapun Bisa Jadi Korban"

Ali Imron

Mantan teroris yang saat ini mendekam di balik jeruji besi itu merinci, JI dan ISIS adalah kelompok militan yang berbeda.

“Saya tegaskan, saya bukan ISIS. Meski bukan ISIS saya tahu ISIS, saya tak peduli, karena saya lebih dulu jadi teroris daripada ISIS. Begitu mereka memproklamirkan Khilafah Islamiyah, saya katakan, saya tidak akan ikut,” ujar Ali Imron di ILC, Selasa (30/5/2017) malam.

Perbedaan yang mendasar antara Jemaah Islamiyah dan ISIS ada pada akidah. ISIS, kata Ali Imron, kerap melakukan aksi dengan menghalalkan darahnya manusia karena menganut akidah takfiri. Siapapun bisa jadi korban, bukan hanya datang dari aparat namun juga masyarakat sipil. Ada tujuan politik dan syar’i –sebuah hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT mengenai perbuatan atau tindakan manusia.

“Tujuan politiknya, ISIS itu memanfaatkan kesempatan di antara masyarakat dengan menyerang polisi agar masyarakat cuek, tidak bantu polisi, jadi segan. Karena selama ini masyarakat banyak yang juga tersakiti oleh polisi. Alasan syar’i-nya, karena polisi dianggap kelompok yang telah menangkap kawan-kawannya yang dianggap sebagai mujahid,” katanya.

Sementara tu, Jemaah Islamiyah, lebih menyasar target serangan pada pihak asing sebagai simbol dari kekafiran. Hal tersebut terbukti dari daftar sasarannya selama ini. Sebut saja mulai dari kasus pengeboman di Kedutaan Besar Filipina, Atrium Senen, gereja-gereja di malam Natal. Maka itu, polisi tidak dijadikan target mereka sebagaimana ISIS selama ini.

“Itu jadi dasar kami, sehingga kami belum melakukan penyerangan yang dianggap Takfiri, para Thaghut atau para kafir di Indonesia, bukan kami tak mampu, kami memiliki kemampuan lebih besar dari mereka. Alasannya perbedaan di situ,” kata dia.

Ali pun menyebut jika ISIS merupakan kelompok sesat. Karena menyebut ada hadis yang shokeh, di mana dikatakan semua umat Islam dianggap murtad jika tidak bergabung dengan mereka. Dan ini dianggap adalah hal yang tak benar.

“Kalau aksi kami (JI) dimulai dari Kedubes Filipina. Alasannya saat itu karena kami tengah berperang di Filipina bersama banyak mujahidin Moro, maka itu dubes Filipina yang ada di Jakarta kami bom,” kata Ali. “Lalu bom gereja malam Natal, karena adanya kerusuhan di Ambon sama Poso, maka kami lakukan pengeboman di gereja-gereja, meski saya tidak langsung terlibat.”

“Lalu bom Atrium Senen pada tahun 2000, terkait Ambon dan Poso, tempat itu kami jadikan sasaran karena para pendeta mau gelar pertemuan di situ. Sementara bom Bali, terkait penyerangan Amerika terhadap Afghanistan, maka kami balas pada orang-orang bule di Bali, karena kemungkinan besar mereka warga AS dan sekutunya,” pungkas Ali.

Baca juga: Praktisi Hukum Nilai Ada Keanehan Dalam Penetapan Rizieq Shihab sebagai Tersangka

Jamaah Islamiyah merupakan kelompok radikal yang telah lebih dulu terbentuk daripada ISIS, dengan niat mendirikan negara Islam besar di Asia Tenggara. Kelompok tersebut selama ini dikabarkan mendapat pendanaan dari Al-Qaeda di Timur Tengah. Beberapa pentolan kelompok tersebut sudah ditangkap, di antaranya adalah Riduan Isamuddin alias Hambali yang dipenjara di Guantanamo atas tuduhan keterlibatan dalam bom Natal 2000 dan bom Bali 2002. (Yayan – www.harianindo.com)