Jakarta- “Tanyakan Pak Prabowo, kapan ketemu Pak Jokowi?” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai penetapan sebagai presiden terpilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Minggu (30/06).

Kalimat tersebut dilontarkan oleh Jokowi saat ditanya perihal pertemuannya dengan Prabowo.

Niat Jokowi untuk bertemu Prabowo sudah ia sampaikan sehari setelah pencoblosan 17 April. Jokowi menyatakan bahwa ia sudah mengirimakan surat kepada Prabowo perihal pertemuan pasca Pilpres 2019.

Baru-baru ini diketahui utusan Jokowi adalah Luhut Binsar Pandjaitan.

Namun, upaya Jokowi membuka komunikasi lewat Luhut untuk bertemu belum berhasil. Tidak hanya itu, mantan Wali Kota Solo itu berniat meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga politikus senior untuk bertemu Prabowo.

JK pun bertemu Prabowo pada akhir Mei 2019. Meskipun keduanya sudah menjalin pertemuan, sampai hari ini pertemuan Jokowi-Prabowo belum juga terjadi.

Jokowi menyatakan keinginan bertemu dengan Prabowo karena untuk mendinginkan suasana pasca Pilpres. Ia mengklaim bahwa pertemuan tersebut akan terlihat bagus di mata masyarkat.

“Dilihat baik oleh masyarakat, akan dilihat baik oleh rakyat. Mendinginkan suasana, bahwa elite-elite politik rukun-rukun saja. Enggak ada masalah,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Prabowo sendiri masih enggan untuk berkomentar perihal rencana pertemuan itu. Pemimpin Partai Gerindra itu hanya menyatakan akan mengatur waktu pertemuan dengan Jokowi.

“Nanti kita lihat ya, semuanya ada waktunya,” kata Prabowo usai bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Puri Cikeas, awal Juni 2019.

Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas menyoroti belum terlaksananya pertemuan kedua tokoh yang bertarung di Pilpres 2019 karena banyak hal yang masih dipertimbangkan oleh Prabowo.

“Saya kira memang yang paling berat dari kubu Prabowo [untuk bertemu dengan Jokowi],” kata Abbas, Rabu (03/07).

Menurut Abbas, paling tidak ada tiga situasi yang menjadi penyebab Prabowo belum melakukan pertemuan dengan Jokowi.

Pertama, Abbas menilai berupa hambatan psikologis. Pasalnya, Prabowo dan timnya butuh waktu untuk bisa memperbaiki hubungan dengan Jokowi dan pendukungnya setelah kalah dua kali berturut-turut dalam kontestasi Pilpres.

Kekalahan secara berturut-turut pada Pilpres cukup menguras emosi, pikiran, tenaga, serta biaya yang cukup besar.

Kondisi tersebut, kata Abbas, tak hanya dialami Prabowo secara personal, melainkan juga keluarga besarnya, termasuk keluarga Presiden ke-2 RI Soeharto, hingga tim pendukungnya.

“Ada situasi psikologis yang masih harus diatasi, terutama situasi emosi yang tinggi untuk diturunkan dulu,” jelasnya.

Kedua, lanjut Abbas, secara politik Prabowo harus melakukan perhintungan secara matang guna melakukan pertemuan tersebut.

Menurutnya, tanpa persiapan, terutama penjelasan kepada para pendukung dan pemilihnya soal pertemuan, bisa menimbulkan tudingan yang bermacam-macam yang dialamatkan ke Prabowo.

Abbas mengklaim bahwa Prabowo tidak ingin pertemuan itu sampai memberikan kerugian terhadap partainya. Ia mengatakan saat ini mereka belum cukup siap untuk menerima pertemuan politik tersebut, yang bisa diartikan mengakui kelahan sendiri dan mengakui kemenangan lawan.

Ketiga, situasi sosial para pendukung Prabowo di lini bawah. Menurut Abbas, terjadi polarisasi antara pendukung Prabowo dan Jokowi pasca pilpres kemarin.

Abbas menilai Prabowo masih memikirkan reaksi para pendukungnya jika dirinya bertemu dengan Jokowi yang telah ditetapkan sebagai presiden terpilih. Ia menyatakan di kelompok pendukung Prabowo masih ada yang menolak rencana pertemuan ini.

Menurutnya, kelompok ini masih memendam kekecawan atas kekalahan Prabowo. Terlebih, api kekecewaan ini ‘dibakar’ oleh pendukung Prabowo sendiri dengan memakai sentimen agama.

“Itu yang membuat mereka sulit. Dan kalau kita lihat kelompok mana yang paling keras menentang itu kelihatannya masih kelompok-kelompok berbasis agama itu,” ujarnya.

Oleh karena itu, Abbas menyarankan Prabowo dan partai koalisinya, seperti Gerindra, PKS, dan para relawan, menyediakan waktu terlebih dahulu untuk menjelaskan kepada pendukungnya agar mereka bisa menerima.

“Menjelaskan dulu kepada konstituennya, tentang manfaat dan target-target yang akan dicapai oleh Prabowo ketika bertemu pak Jokowi, jadi secara politik bisa diterima oleh konstituen,” tuturnya.

Keempat, situasi sosial masyarakat yang menuntut agar Prabowo mau bertemu dengan Jokowi.

“Anda harus mengerti ini pertarungan politik tingkat tinggi, dua kali ya [kalah]. Kadang-kadang kepala desa saja butuh berminggu-minggu untuk ketemu, ini level kepala desa, gimana presiden?” kata Abbas.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menduga ada rasa khawatir dari Prabowo ditinggal pendukungnya karena mau bertemu dengan Jokowi. Pasalnya, sudah banyak pendukung Prabowo yang kepalang benci dengan Jokowi.

Namun, menurut Ujang, Prabowo harus bertemu secara langsung dengan Jokowi sebagai upaya mendinginkan suasana di tengah masyarakat selepas konstelasi politik yang panas.

“Rekonsiliasi itu suatu keniscayaan. Harus dilakukan. Bukan demi kelompok tertentu. Tapi untuk masyarakat, bangsa, dan negara,” kata Ujang.

Ujang menyatakan bahwa Prabowo juga tak ingin pertemuan dengan rivalnya itu tak sekedar basa-basi tanpa solusi demi memulihkan masyarakat yang terbelah. Terlebih, kata Ujang, Prabowo memiliki beban lantaran sejumlah pendukungnya menjadi tersangka selama masa Pilpres ini.

Penetapan tersangka para pendukung Prabowo itu tidak bisa dilepaskan dari konteks Pilpres 2019.

“Nah ini harus beres dalam rekonsiliasi nanti. Dan konsep rekonsialisi Prabowo dalam bertemu Jokowi nanti harus sudah matang agar pertemuanya saling menguntungkan,” ujarnya.

Ujang menyatakan pertemuan Prabowo dengan Jokowi hanya tinggal menunggu waktu yang tepat. Ia percaya bahwa Prabowo akan membuka komunikasi langsung dengan Jokowi. Menurutnya, Prabowo adalah sosok negarawan yang tidak mungkin menolak bertemu Jokowi.

“Jadi pertemuan tersebut pasti akan terjadi. Ini hanya soal waktu. Soal momentum,” tuturnya. (Hari-www.harianindo.com)