Jakarta – Polemik nama-nama pejabat yang terlibat skandal upeti e-KTP telah menyita perhatian masyarakat luas. Para pelaku yang diduga menerima dana hibah dari mega proyek senilai Rp 5,9 triliun itu disinyalir ada sekitar 70 pejabat yang berasal dari jajaran legislatif hingga eksekutif.

LSM Imbau Jokowi Berhentikan Pejabat yang Terseret Korupsi E-KTP

Presiden Joko Widodo pun didesak oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk menonaktifkan mereka yang terlibat. “Ada 2 target yang kami inginkan pada tuntutan kami hari ini yaitu meminta menonaktifkan sejumlah nama. Sehingga, KPK segera periksa nama-nama yang ada didakwa. Dan kedua adalah ketegasan Presiden melindungi pimpinan KPK untuk meminimalisir manuver mereka sesudahnya,” jelas Koordinator KontraS Hari Azhar pada Minggu (12/03/2017).

Sejumlah pejabat eksekutif yang disebut-sebut diduga menerima dana hibah e-KTP diantaranya adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

Menurut Haris, langkah penonaktifan mendesak sebab jika menunggu restu Presiden ke dalam pidato resmi kenegaraan, maka akan memungkinkan adanya serangan balik yang akan dilakukan pihak yang diduga pengemplang uang haram tersebut. Terbukti, pada Jumat (10/3/2017) lalu mantan Ketua MPR Marzuki Alie telah melaporkan dugaan pencemaran nama baik pihak yang bersaksi di pengadilan.

Baca juga: Warga Cililitan Protes Anies, Apa Penyebabnya ?

Padahal, menurut KUHAP maupun KUHP, posisi terdakwa dan saksi telah dilindungi undang-undang. Artinya, kata Haris, secara awam posisi terdakwa dan saksi telah dilindungi dan tidak bisa diperkarakan dengan pasal lainnya, seperti pasal pencemaran nama baik dan perkara pidana lainnya.

“Jadi kedepannya saya mau ingatkan teman-teman mau desakan agenda yang sama bahwa orang-orang tersebut harus di nonaktifkan,” jelas Haris Azhar. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)