Jakarta – Pengamat asing, Tom Power, melayangkan protes dikarenakan pendapatnya disadur oleh tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK), terlebih kutipannya melenceng dari sebenarnya. Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin menyindir 02.

“Kita sudah mendengar langsung dari penulisnya bahwa tidak dimaksudkan untuk pemilu, dan tidak menyebutkan Jokowi sebagai orang yang otoriter, bukan. Disebutkan ada indikasi, kecenderungan, dan itu tidak boleh disimpulkan dan lalu memvonis bahwa Jokowi menggunakan kekuasaan untuk pemenangan pemilu,” ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, kepada wartawan, Kamis (13/06/2019).

Artikel Tom Power yang dikutip tim Prabowo-Sandiaga yakni penelitian dan analisis dalam artikel jurnal BIES 2018. Dalam tulisannya ia tidak pernah menyebut dan menunjukkan indikasi kecurangan Pilpres 2019, tulisan tersebut ditulis 6 bulan sebelum pesta demokrasi Indonesia berlangsung.

TKN Jokowi-Ma’ruf menilai Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga sudah berulang kali menyajikan data yang tidak kredibel, hal itu menunjukkan bahwa kubu 02 senantiasa tidak memiliki kesiapan.

“Ini tentu menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka tidak memiliki data valid tentang adanya dugaan kecurangan-kecurangan pada pemilu. Saya menduga mereka malu, kemudian secara serampangan mengajukan data ke MK. Itu analisis saya terhadap kemampuan mereka menyiapkan data,” tutur anggota DPR RI itu.

Karding juga mengkritik ketidakkonsistenan klaim kemenangan kubu Prabowo-Sandiaga. Awalnya 62%, lalu turun 54%, lalu dalam gugatan di MK menjadi 52%. Ia menganggap pihak Prabowo-Sandiaga tidak memiliki data yang valid atas klaim kemenangan yang mereka lakukan, termasuk soal tuduhan posisi jabatan Ma’ruf Amin di dua bank Syariah.

“Sekali lagi ini menunjukkan mereka tidak punya data dan hanya mencatut tulisan atau potongan-potongan berita yang sebenarnya laporan mereka ini datanya sungguh dipaksakan,” kata Karding.

“Sangat miris kalau sekelas 02 banyak orang-orang terpelajar dan hebat di sana, itu menyajikan tulisan-tulisan hasil penelitian yang terpotong-potong, yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk itu, tapi dipakai sebagai dasar atau bagian dari gugatan,” tambah Karding.

Politikus PKB itu pun membantah tuduhan kubu Prabowo-Sandiaga soal penggiringan aparat atau pegawai negara untuk pemenangan Jokowi. Karding menegaskan bahwa Jokowi-Ma’ruf kalah di kalangan PNS, BUMN, dan keluarga tentara.

“Faktanya, kita di birokrasi kalah. Jadi saya tidak tahu logika apa yang dipakai sehingga kita dikatakan menggunakan memobilisasi menggunakan aparat untuk itu. Kalau mobilisasi mestinya menang di PNS, BUMN, tapi kan faktanya survei di internal Pak Jokowi kalah di BUMN dan ASN (aparatur sipil negara),” urainya.

Karding juga membantah tudingan pihak Prabowo-Sandiaga soal Jokowi memakai instrumen hukum untuk mengalahkan kubu 02. Sebab, banyak juga tokoh dari parpol pendukung Jokowi yang tersangkut kasus hukum di KPK.

“Kami menganggap mereka tak memiliki data, tapi kami tidak boleh menyepelekan. Bekerja profesional dan serius untuk menghadapi gugatan itu,” tegas Karding.

Dalam protesnya yang dilayangkannya, Tom Power menjelaskan bahwa tim hukum Prabowo-Sandiaga menggunakan artikel pendapatnya dalam konteks yang setengah-setangah. Ia juga membantah bahwa menyebut ada kecurangan dalam Pilpres 2019.

“Sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur,” kata Tom sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (13/06)
Penelitian Tom memang menunjukkan indikasi bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap antidemokrasi, tetapi ia sama sekali tidak menyebut pemerintahan Jokowi sebagai rezim otoriter. “Saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden,” imbuhnya.

Soal protes yang dilakukan oleh Tom Power, pihak BPN belum mengetahui hal tersebut. Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut tidak ada masalah pihaknya memakai pendapat Tom Power untuk gugatan di MK.

“Kami belum temukan protes itu dari dan saya nggak tahu siapa yang sampaikan protes itu,” beber Dahnil.

“Yang harus dipahami hasil riset beberapa pihak, terutama akademisi Australia, menyatakan ada praktik otoritarianisme, saya pikir sebagai kritik itu wajar, karena itu hasil analisa, riset politik Indonesia yang terjadi. Saya pikir kalau kemudian ada kritik dari para akademisi dan kami quote kami rasa wajar saja,” tambah dia. (Hari-www.harianindo.com)