Surabaya- Makan ayam geprek super pedas, menjadi salah satu syarat bagi siswa yang ingin bergabung ke dalam grup pramuka ‘minion’. Namun sayang, berawal dari ayam geprek inilah, belasan siswa justru menjadi korban pencabulan ulah bejat sang guru.

Modus makan ayam geprek ini merupakan salah satu bagian dari tujuh syarat agar para siswa bisa masuk grup inti pramuka binaan Rahmat Santoso Slamet alias Memet, tersangka diketahui telah melakukan pencabulan terhadap 15 siswa di Surabaya.

“Bagi mereka yang dapat memenuhi tujuh syarat yang telah ditetapkan, maka para siswa tersebut akan dapat menjadi bagian dari grup inti pramuka bernama ‘minion’ yang dibentuk oleh tersangka,” ujar Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Festo Ari Permana, Selasa (23/07).

Ia melanjutkan, ke tujuh syarat tersebut harus dilakukan di rumah tersangka, yakni di Kupang Segunting, Tegalsari, Surabaya. Tersangka, akan meminta satu persatu anak didiknya, datang ke rumahnya dengan dalih untuk melakukan tes pramuka.

Ke tujuh syarat yang harus dilakukan itu antara lain beraktifitas berbagai bentuk di rumah tersangka dengan telanjang, beraktifitas seksual, hingga makan ayam geprek yang super pedas.

Jika mereka lulus dalam tes ini, maka para siswa tersebut akan diterima di dalam grup inti bernama minion bentukan tersangka.

“Ya itu sebenarnya hanya modus tersangka saja, agar dapat mencabuli korbannya,” tambahnya.

Terkait dengan kasus tersebut, pihaknya masih terus akan melakukan pengembangan investigasi. Sebab, meski yang melapor hanya 3 siswa, namun polisi mendapati setidaknya ada 12 siswa lain yang pernah mengalami pelecehan seksual.

“Kita masih terus kembangkan kasus ini. Tidak menutup kemungkinan ada korban yang lain,” tegasnya.

Sebelumnya, tersangka Rahmat mengakui, pada tahun 2016 ia pertama kali melakukan pencabulan. Korbannya pertama kali, adalah anak didiknya yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP.

“Pertama kali 2016, dengan anak kelas 2 (SMP),” ujarnya, Selasa (23/07).

Ia melakukan pelecehan tersebut bukan tanpa alasan, ia juga pernah menjadi korban pelecehan seksual. Namun, ia mengaku tidak ingat kapan persisnya dan siapa pelaku yang pernah mencabulinya.

“Seingat saya pernah jadi korban pelecehan,” ujarnya singkat.

Ia memebeberkan bahwa dirinya sebenarnya tidak hanya tertarik pada kaum sejenis saja. Namun, ia mengaku juga tertarik pada lawan jenis. Ia bahkan mengaku juga memiliki ketertarikan pada lawan jenis.

Namun, ia tidak bisa menjawab secara lugas, mengapa korbannya anak laki-laki semua. “Tidak ada maksud ketertarikan (pada laki-laki saja),” katanya.

Tersangka, diketahui telah melakukan aksi cabul ini pada siswa laki-laki sejak pertengahan 2016 lalu hingga terakhir pada 13 Juli 2019. Setidaknya, ada 15 murid yang telah menjadi korbannya. 3 diantaranya, telah melapor ke polisi. Tersangka Rahmat sendiri, mengaku menjadi pembina pramuka sejak 2015 lalu.

Modusnya, tersangka mengharuskan pada korban yang mengikuti seleksi grup pramuka inti bernama ‘minion’, di rumah tersangka, di Jl. Kupang Segunting, Kec. Tegalsari, Surabaya.

Agar dapat mendekati para korbannya, tersangka selalu meminta pada para kader pramuka laki-laki yang berumur antara 14 hingga 16 tahun, bertandang ke rumahnya untuk mengikuti tes khusus. (Hr-www.harianindo.com)