Jakarta – Juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta Ginting, dibekuk oleh Polda Metro Jaya lantaran terjerat dalam kasus pengibaran bendera bintang kejora dalam aksi unjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus 2019.

Tigor Hutapea, advokat dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi tidak menampik kabar penangkapan Surya Anta. Koalisi itu mendampingi Surya Anta serta tujuh orang lain yang ditahan lantaran dengan tuduhan makar yang dialamatkan kepada mereka.

“Surya Anta ditangkap oleh dua orang polisi yang berpakaian preman di Plaza Indonesia pada Sabtu, 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.30,” ungkap Tigor dalam keterangan tertulis, Ahad, 1 September 2019.

Selain Surya Anta, kata Tigor, juga ditangkap Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Naliana Wasiangge, Ariana lokbere, Norince Kogoya. Mereka dijerat dengan Pasal 106, 110 dan 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut dia, penangkapan Surya Anta merupakan yang keempat. “Peristiwa pertama adalah penangkapan dua orang mahasiswa Papua pada tanggal 30 Agustus 2019 di sebuah asrama di Depok,” ujar dia.

Sedangkan penangkapan kedua, kata Tigor, dilakukan saat aksi solidaritas untuk Papua di depan Polda Metro Jaya pada Sabtu sore, 31 Agustus 2019. Penangkapan ketiga diklaim dilakukan oleh aparat gabungan dari TNI dan Polri terhadap tiga perempuan, pada 31 Agustus 2019 di kontrakan mahasiswa asal Nduga di Jakarta.

“Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi. Aparat gabungan juga mengancam tidak boleh ambil video atau gambar, sementara mereka boleh mengambil gambar ataupun video dan aparat gabungan sempat memukul salah satu perempuan saat meronta,” jelas Tigor atas nama Koalisi.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengiyakan bahwa pihaknya telah membekuk sejumlah delapan orang. Penangkapan itu dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan dan mendapatkan alat bukti seperti rekaman kamera CCTV dan sejumlah foto.

Menurut Argo, delapan orang itu ditangkap dengan menggunakan cara yang baik-baik bedasarkan pada standar operasional prosedur. “Tidak ada misalnya pemukulan-pemukulan, tidak ada,” pungkas Argo. (Hr-www.harianindo.com)