Jakarta – Gara-gara Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang rencananya akan disahkan DPR pada 24 September 2019, sejumlah turis asal Australia mengurungkan niatnya untuk berlibur di Pulau Bali.

Aturan atau beleid ini memang menuai protes di dalam negeri karean beberapa pasal dianggap bermasalah dan nyeleneh.

Elizabeth Travers, pengusaha Australia yang mengelola 30 vila di Bali, mengungkapkan bahwa dirinya sudah menerima pembatalan dari kliennya untuk berlibur di bali lantaran merasa khawatir.

“Saya katakan kepada mereka (undang-undangnya) belum disahkan. Tapi saya sudah menerima pembatalan. Mereka bilang tidak mau datang ke Bali karena mereka belum menikah,” ungkap Travers, seperti dikutip dari Dailystar, Minggu, 22 September 2019.

Ia menyerukan bahwa RKUHP bisa merusak industri pariwisata dari pada isu terorisme dan letusan gunung berapi sekalipun.

“Saya sudah melalui dua kasus pemboman dan beberapa bencana alam. Saya berpikir jika pemerintah Indonesia serius dalam menegakkan aturan ini, maka industri pariwisata akan hancur,” terangnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Prof. Tim Lindsay dari Universitas Melbourne terkait dampak dari pasal perzinaan tersebut kalau diloloskan. “Apakah turis harus membawa surat nikah ketika mereka berkunjung ke Indonesia?” kata dia.

Pemerintah Australia juga sudah memberikan peringatan kepada warga negaranya akibat dari kemungkinan lolosnya pasal perzinaan tersebut adalah bahwa turis asing, termasuk dari Australia yang tidak menikah atau belum menikah, bisa dikenai pasal tersebut ketika mereka berlibur ke Bali atau daerah wisata Indonesia lainnya.

Rasa khawatir tersebut terlihat begitu nyata, dengan situs peringatan perjalanan di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), yang sudah diperbarui dengan memasukkan peringatan agar turis berhati-hati bahwa ada kemungkinan bahwa pasal tersebut akan disahkan pekan depan.

“Kami memperbaiki peringatan perjalanan dengan memasukkan informasi baru mengenai kemungkinan perubahan pada UU Hukum Pidana Indonesia. Perubahan UU itu akan mulai berlaku dua tahun setelah UU tersebut disahkan,” bunyi keterangan DFAT.(Hr-www.harianindo.com)