Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pemantauan terkait keterlibatan anak-anak dalam Aksi Mujahid 212 yang diselenggarakan di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat. Pantauan dilakukan sejak pagi hingga massa membubarkan diri pada siang hari.

“(KPAI) menemukan anak-anak sudah mulai kelelahan dalam mengikuti aksi ini. Sebagian mereka datang bersama teman dari Bogor mulai sore kemarin dengan cara menaiki kendaraan umum dan menyetop kendaraan yang bisa mereka tumpangi dan bermalam di masjid sekitar Juanda, Tanah Abang, dan ada juga di emperan bangunan Monas,” ungkap komisioner KPAI Jasra Putra kepada wartawan, Sabtu (28/09/2019).

Dia mengungkapkan bahwa ada ratusan anak-anak yang terlibat dalam aksi tersebut. Anak-anak yang ikut aksi tersebut terdiri dari berbagai usia, mulai balita hingga usia 12-18 tahun dan berasal dari berbagai daerah, di antaranya Bogor, Bekasi, Jakarta, dan Banten.

KPAI juga menjalin komunikasi dengan humas Aksi Mujahid 212 agar ada perlindungan dan tanggung jawab terhadap anak-anak yang datang. KPAI mengharapakan bahwa panitia tetap memperhatikan anak-anak hingga aksi tersebut usai.

“Tampak di lokasi anak-anak mulai kelelahan fisik, ada yang tidur-tiduran di aspal samping patung kuda/area aksi. Mereka tidak memiliki uang untuk kembali ke Bogor, sehingga panitia harus memastikan kepulangan mereka dengan selamat,” tuturnya.

KPAI juga meminta agar anak-anak dilakukan pemisahan dengan orang dewasa dalam Aksi Mujahid 212, termasuk agar bisa beristirahat dengan nyaman dan aman di Monas. Namun usulan KPAI tidak didengar dan dilaksanakan hingga acara tersebut bubar.

“Kami sangat menyesalkan masih minimnya kesadaran perlindungan anak yang seharusnya bisa diberikan orang dewasa,” ujar dia.

KPAI juga mendapati anak-anak yang malah merokok. Tim KPAI yang turun ke jalan lalu meminta rokok tersebut dimatikan dan mengingatkan kepada anak-anak bahaya merokok.

Jasra juga merasa kecewa bahwa anak-anak yang terlibat dalam aksi ini tidak paham sepenuhnya dengan tuntutan demonstrasi. Dia mengatakan penyampaian pendapat memang dijamin undang-undang. Namun pelibatan anak-anak dalam aksi juga perlu memberikan kepastian terhadap perlindungan terhadap anak-anak.

“Bahwa menyampaikan pendapat dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2015 dalam Pasal 24 menyatakan negara, pemerintah, dan pemerintah daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya. Namun dilarang oleh undang-undang bila berada dalam situasi yang mengandung unsur kekerasan dan mengancam jiwa, seperti berada di jalanan dan berada di lautan massa. Di sisi lain anak-anak dan pelajar dalam menyampaikan pendapat harus difasilitasi dan berada di ruang yang aman dan nyaman, sehingga pendapat dan pandangan anak tersebut bisa didengar dan dihormati oleh orang dewasa,” terang Jasra. (Hr-www.harianindo.com)