JAKARTA – Direktur Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin angkat bicara terkait dengan wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah. Menurut Kamaruddin berdasarkan pada Undang-undang sistem pendidikan nasional di mana mengharuskan pendidikan agama bagi seluruh peserta didik.

“Bahkan harus diajarkan oleh guru yang seagama. Jadi kalau mau dihapus ubah dulu undang-undangnya,” kata Kamaruddin pada Sabtu (06/07).

Kamaruddin menambahkan selain Undang-undang sistem pendidikan nasional, sebagaimana konstitusi secara eksplisit menyatakan Indonesia merupakan bangsa yang religius. “Secara sosiolologis tak ada satupun penduduk Indonesia yang tidak beragama, kalau agama tidak diajarkan disekolah kemana mereka harus belajar agama,” katanya.

Lebih lanjut, Kamaruddin menyatakan bahwa kontribusi pendidikan agama sangat penting dalam membentuk karakter keberagamaan Indonesia yang damai, toleran, demokratis, moderat. Bahkan menurutnya di negara sekuler seperti Inggris, telah mewajibkan pendidikan agama.

“Bahwa ada fenomena menguatnya politik identitas bernuansa agama itu benar tapi penyebabnya tidak tunggal, termasuk diantaranya adalah imbas dari globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Ini tantangan bangsa secara keseluruhan. Menyalahkan pendidikan agama semata kemudian mengusulkan untuk dihapus adalah sebuah bentuk penyederhanaan masalah secara ekstrim atas sebuah masalah. Sikap seperti ini tentu tidak realistis dan kurang akademik,” tuturnya.

Walau demikian, Kamaruddin mengakui mata pelajaran agama disekolah perlu terus dievaluasi agar sesuai dengan perkembangan zaman dan berorientasi rahmatan lil alamin. Dalam proses pelaksanaannya masih banyak kelemahan dan kekurangan, karenanya ia pun meminta masyarakat untuk memberikan saran perbaikan.

Sebelumnya praktisi Setyono Djuandi Darmono memberikan saran kepada Presiden Joko Widodo untuk menghapus pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama dianggapnya harus menjadi tanggung jawab orang tua serta guru agama masing-masing bukan guru di sekolah. Dirinya miliki pandangan bahwa pendidikan agama cukup diberikan di luar sekolah, seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.

“Mungkin perlu klarifikasi dari yang bersangkutan tentang pernyataannya. Saya kok ragu kalau ada pernyataan seperti itu dari praktisi pendidikan. Jangan sampai substansi pernyataannnya tidak demikian atau punya konteks tersendiri,” katanya. (Hari-www.harianindo.com)