Jakarta – Dalam aksi demonstrasi pengawalan sidang gugatan Pilpres 2019, Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua berbicara mengenai penegakan hukum Indonesia yang timpang. Ia mencontohkan adanya perbedaan perhatian antara meninggalnya mantan Ibu Negara dengan gugurnya ratusan anggota KPPS.

“Dan Indonesia penegakan hukum yang paling parah,” kata Abdullah yang menjadi koordinator aksi pada Jumat (14/06/2019).

Menurutnya, lebih banyak pihak yang memperhatikan berita duka mantan Ibu Negara ketimbang kasus meninggalnya ratusan anggota KPPS. Padahal, kasus tersebut masih jauh dari kata tuntas.

“Lalu ada mantan Ibu Negara meninggal. Semua televisi, pagi, siang, sore, malam memberitakannya. Ada 600 lebih orang KPPS meninggal tidak ada sama sekali pemberitaan duka dari Kepala Negara atau pejabat bahkan Menteri Kesehatan meminta tidak boleh diautopsi,” ucapnya.

Baca Juga: BPN Ungkap Alasan Prabowo-Sandi Tak Hadir di Pemakaman Ani Yudhoyono

Ia juga menyorot bagaimana kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan selama dua tahun masih belum terungkap. Sementara di sisi lain penegak hukum begitu cepat bergerak dalam mengadili Habib Bahar bin Smith.

Berdasarkan keterangan dari KPU, hingga 16 Mei tercatat sebanyak 486 orang anggota KPPS yang sudah meninggal dan 4.849 orang yang sakit.

Menanggapi peristiwa tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban. Sementara Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan bahwa tak perlu semua petugas KPPS yang meninggal diautopsi. Meskipun demikian, ia menambahkan bahwa autopsi bisa dilakukan jika keluarga menghendaki atau atas dasar rekomendasi kepolisian. (Elhas-www.harianindo.com)